Berkahnya jadi Guru

 "Duh bingung nih pulang sama siapa yah?" bisik hatiku. Karena situasi pandemi memang tidak semua guru wajib hadir di sekolah, mereka datang bergilir sesuai jadwal piket, tetapi mereka tetap WFH untuk melaksanakan PJJ. Jadi jumlah guru yang datang tiap harinya hanya 4 atau 5 orang, dan hari ini guru yang biasa kubonceng berhalangan hadir. 


Kondisi jalan menuju sekolahku yg licin berbatu terlebih setelah semalam turun hujan membuatku memilih driver yang cukup andal, dan tukang ojek langgananku lah yang tiap pagi mengantarku. Pulangnya sudah biasa membonceng di motor guru yang searah sampai ke pasar Gajrug di kota kecamatan. 

Dari pasar sampai rumah yg berjarak 2 km kutempuh dengan naik ojeg. Oh ya jarak tempuh dari rumah ke sekolah kurang lebih 10 km dengan waktu tempuh 40 menit. Namun hari ini tidak ada guru yang searah pulang. Di kampung ga ada ojek apalagi ojek online.  Tapi untunglah pak Kurdi,  penjaga sekolah, mau mengantarku pulang.

Kurang lebih 1 Km menuju pasar, tiba-tiba motor batuk-batuk dan berhenti tidak mau jalan lagi. Olala... ternyata kehabisan bensin! Ya Allah bagaimana ini? Terpaksa pak Kurdi balik arah untk mencari bensin, dan aku menunggu di pinggir jalan.

Sedetik  kemudian aku lihat di seberang jalan tempatku berdiri ada penjual karedok, sejenis makanan Sunda serupa pecel tapi sayurannya mentah, kalau bule menyebutnya dengan peanut sauce salad. 

Aku pun menyebrang jalan hendak membeli karedok untuk pelengkap makan siang, lumayan tidak usah repot masak tinggal nambah dadar telur dan kerupuk saja sudah lengkaplah makan siang kami pikir ku.

Cukup lama menunggu karena ada pembeli lain yang lebih dulu datang, tak apalah sambil menunggu pak Kurdi datang. Ketika itu datang datang juga pembeli lain, seorang perempuan yang nampaknya sudah berumur 40- an dan ramailah pembeli dan penjual itu ngobrol, mulai dari langkanya gas elpiji sampai kepada pembagian BLT covid. Dari cara mereka bersenda gurau nampaknya dia tetangga dekat penjual itu.

Sepintas aku lihat pembeli itu rasanya pernah aku kenal, tapi siapa dan dimana, ah sama sekali aku ga bisa mengingatnya. Tapi dia sering curi-curi pandang, dan ketika kami bertemu pandang aku hanya tersenyum dan diapun mengangguk sambil tersenyum. Lalu dia bertanya, "ibu bu guru bukan ?" 

"Iya bu" jawabku

"Maaf kalo salah, ibu bu Tini bukan?" Lanjutnya.

" Betul, ibu kenal saya? Padahal pakai masker dan helm?" Jawabku sambil melepas masker yang kupakai.

" Ya Allah, ternyata benar, ibu saya murid ibu pas di SMP dulu. Masih ingat nggak bu?" Serunya sambil mengulurkan tangan dan mencium tanganku dan menyebutkan namanya.

Sesaat aku terpaku ternyata ibu-ibu itu muridku,  dan masih mengenalku walaupun wajahku tidak nampak semua? Luar biasa...

" Ya Allah ibu awet muda, segini aja dari dulu hehe.. saya mah dah punya cucu bu, tuh rambut aja dah beruban." Celotehnya.

Aku hanya bisa menjawab, "Ah masa sih.. ibu dah tua koq kalo dibuka rambut ibu juga sudah beruban heheh.. koq bisa tahu ni  tu ibu?"

" Saya ga akan lupa sama ibu. Ibu kan pavorit saya walaupun saya ga bisa-bisa bahasa Inggris tapi saya suka sama ibu, orangnya cantik, baik, kalem." Tambahnya.

"Aduh terbang deh aku hahahha.. makasih yah masih mengingat ibu walaupun dah 22 tahun berlalu." Ucapku penuh haru."

" Maaf yah ibu permisi pulang kasihan tuh yang nganter dah nunggu dari tadi." Kataku sambil  memberikan uang untuk membayar karedok kepada si penjual. 

" Ibu ga usah bayar, biar saya yang bayarin, saya senang sekali ketemu sama ibu." Katanya

" Ih ga usah biar ibu yang bayar " kataku.

" Ibu please, terimalah kenang-kenangan dari anakmu ini yah." Kata dia memaksa.

" Baiklah, kalo gitu makasih banyak yah karedoknya" akhirnya aku mengalah untuk menerima kebaikan hatinya. Lalu aku pun pamit pulang.

Hmmm.. kejadian tadi siang itu adalah satu kebahagiaan menjadi guru, selalu dikenang muridnya. Dan itu istimewa karena 22 tahun bukan waktu yang singkat seorang muridku masih mengenalku hanya dari sosokku dibalik jaket tebal, masker dan helm.

 Puji syukur hamba panjatkan padaMu ya Allah...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik