CATATAN KEPALA SEKOLAH SATU ATAP (Bagian 4)

 MIMPI-MIMPI, MUNGKINKAH TERWUJUD?

Lokal sekolah yang terbagi dua tentu saja fokus pun terbagi dua. Jarak 500 meter antara yang satu dengan yang lain memang cukup membuat peneglolaan kurang efisien. Lokasi yang dipisahkan pemukiman warga memberikan dampak yang kurang solidnya kehidupan sekolah. Saat istirahat atau pergantian jam, anak- anak seolah berbaur dengan kehidupan warga, tidak ada privasi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi sekolah untuk melakukan pengawasan terhadap anak. Ini yang menjadi satu mimpi bagiku, andai saja kelak sekolah ini berada di satu lokasi.

Kepala sekolah terdahulu telah mewariskan tanah yang luas. Cukup bahkan untuk membangun unit sekolah baru. Memang sudah ada dalam program bantuan dari DAK 2018, sekolah kami akan mendapatkan tambahan Ruang Kelas Baru ( RKB). Ah tak sabar rasanya ingin segera terwujud mimpi itu. Walaupun kecil, hanya ada 6 rombongan belajar, tapi kalau berada di satu lokasi yang terpisah dari pemukiman warga, maka kehidupan sekolah akan benar-benar dirasakan sebagai lingkungan wiyata. Itulah mimpi pertama kami.

Mimpi kedua adalah keinginan kami untuk bisa melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer, bahkan bisa melaksankannya secara mandiri di sekolah sendiri. Namun sepertinya berat kalau sejauh itu. Kami sederhanakan saja, mimpi melaksankan UNBK walaupun menumpang.

Tahun 2017, belum banyak sekolah di kabupaten kami yang melaksanakan UNBK, mayoritas melaksanakannya dengan Ujian Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP). Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Diantaranya, yang paling umum adalah sekolah-sekolah belum memiliki sarana prasarana komputer dan jaringannya. Yang kedua, masalah sinyal. Sebagian besar pula wilayah-wilayah belum terjangkau sinyal, bila pun ada, tidak stabil. Sehingga, karena masih boleh memilih, pada umumnya melaksanakan UN berbasis kertas dan pensil.

“Bagaimana Bapak, Ibu, bila kita melaksanakan UNBK tahun ini?” aku melemparkan pendapat dalam rapat dinas awal semeser genap.

“Kalau memungkinkan, kenapa tidak, Bu?” sambut pak wakasek.

“Kalau menurut saya, kita bisa, Bu,”kata bu Tita optimis. “Ya, walaupun menumpang,” sambungnya.

“ Hmm.. baik. Coba kita punya berapa komputer?” tanyaku.

“ Cuma tiga,Bu,” kata pak wakasek. “ Baik, bapak ibu sendiri yang punya laptop, berapa orang?” tanyaku.

“ Saya, Pak Subhan, Bu Mei, Bu Siti, Bu Mira, Pak Asep, ada enam, yah?” jawab Bu Tita meminta klarifikasi kpada semua guru.

“ O.K jadi semua ada 10,” kataku. “Saya mengusulkan ada program kursus komputer untuk anak-anak kelas 9. Selama bulan Januari dan Pebruari. Karena kita tahu anak-anak belum pernah pegang komputer, bukan?” sambungku.

“Bisa, Bu, kan ada pak Dede, pak Aji atau kita-kita juga bisa membantu untuk ngajarin anak-anak,” bu Tita, beliau memang paling semangat bila diajak berunding masalah program-program sekolah. Orang yang selalu memiliki jiwa optimis.

“Betul sekali, Bu Haji. Namun masalahnya apakah Bapak Ibu bersedia meminjamkan komputernya setiap hari? Jadi pasti pulangnya jadi terlambat 1 jam tiap harinya,” aku meminta kesediaan mereka.

“Saya siap, Bu, demi anak-anak kita,” sambut pak wakasek. Kemudian yang lain pun menyatakan tidak keberatan meminjamkan laptopnya. “ Tapi saya mah gak bisa tiap hari, Bu. Kan ada jadwalnya Cuma dua hari di sini,” kata bu Mira. Ia guru honorer yang nyambi dengan sekolah lain.

“Gak apa2, Bu. Nanti kita susun jadwal dengan maksimal 8 komputer aja, biar yang dua bisa absen yah,” responku.

Berkat kerja sama smua guru yang kompak membantu anak-anak belajar komputer, maka dalam 1 bulan saja anak-anak sudah bisa mengoperasikan komputernya.

Ada kejadian yang memebuat haru biru kami. Suatu siang sekitar pukul 13.00, kami kedatangan seorang orang tua siswa. Beliau hanya bermaksud memastikan bahwa anaknya megikuti kursus tersebut.

“Abdi teh melang, Bu. Soalna si Ujang teh curhat ka abdi, ngarasa minder cenah teu bisa-bisa belajar komputerna,” (Saya hawatir,Bu. Soalnya si Ujang curhat sama saya, merasa minder katanya, gak bisa-bisa belajar komputernya)” orang tua itu menyampaikan permasalahannya.

“ Tenang bae, Bapak, ja moal dicarekanan. Malah mah dibimbing khusus si Ujang mah. Tuh ayeuna nuju belajar ( tenang aja, Bapak, gak akan dimarahin. Malah si Ujang dibimbing khusus. Tuh sekarang sedang belajar,” kata bu Tita meyakinkan si bapak itu.

Hmm.. jauh-jauh dari kampung yang di pelosok, si bapak datang untuk memastikan anaknya mau belajar komputer. Sungguh besar harapan dan perhatian si bapak terhadap anaknya. Semoga si Ujang pada akhirnya mmapu mengoperasikan komputer dengan baik. Bagitu juga anak-anak yang lainnya, memiliki kemampuan mengoperasikan komputer, agar dapat menjawab UN dengan tenang.

(Bersambung)    

    16th Day's challenge




Komentar

  1. Asli bingung dengan tempelate yg ini , link postingannya ga detail hehehe.. mohon saran ya master-master..

    BalasHapus
  2. Pertama...👍👍👍 Rumah baru, apik ada foto sendiri. Selamat ya? Menunggu tutorial nya 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngoprek2 sendiri 2 harian baru dapet hahaha ternyata mudah

      Hapus
  3. Bunda. . Keren blog hasil utak-atik. Trimks sdh share ilmunya mantap

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

DARIK NASIHAT