CATATAN KEPALA SEKOLAH SATU ATAP ( Bagian 5)

 

Tahun 2018, Ujian Nasional adalah hajat sekolah terbesar. Syarat suatu sekolah dipandang berprestasi atau tidaknya dilihat berdasarkan rata-rata nilai UN. Sehingga untuk meraih prestasi itu, sekolah-sekolah menentukan strategi sukses UN. Berbagai cara dilakukan, mulai dari bimbingan belajar, belajar tambahan sebelum jam pertama kegiatan pembelajaran reguler, sampai kepada uji coba-uji coba UN dilakukan beberapa kali.

Sekolah kami, belum memiliki prestasi yang baik dalam Ujian Nasional. Peringkat di tingkat kabupaten selalu menduduki peringkat 120-an dari 200-an SMP. Di tingkat wilayah pun dari 30 sekolah kami bertengger di urutan 20-an

Suatu ketika kami ngobrol-ngobrol informal dengan bu Tita tentang upaya meningkatkan prestasi sekolah, ”Bu Haji punya ide ga bagaimana caranya agar anak-anak semangat mengikuti bimbel yang kita berikan?” tanyaku, ingin tahu bagaimana pemikiran beliau tentang hal itu.

“Iya, Bu. Sekolah kita belum punya prestasi UN yang diharapkan. Kalo saya tahun ini mau menerapkan cara Duta Delapan, agar anak-anak lebih beersemangat dan termotivasi untuk bersaing,” kata bu Tita, memaparkan idenya.

“Duta 8? Apa itu?” tanyaku penasaran.

“Itu, Bu. Saya tunjuk 8 siswa terbaik. Selanjutnya mereka akan diberi tambahan bimbingan khusus satu kali dalam seminggu. Nah, 8 anak tersebut akan menjadi ketua-ketua kelompok belajar di rumah, begitu, Bu,” paparnya.

“Wah, ide yang bagus itu. Nantinya ketua kelompok menjadi tutor sebaya bukan?” tanyaku.

“Betul, Bu. Mereka harus membantu teman-temannya dalam menyelesaikan soal-soal. Tetapi bukan hanya ngasih contekan, melainkan menjelaskan dari mana jawaban diperoleh,” ia menjelaskan.

“Luar biasa. Bagaimana kalau ini diadopsi oleh semua mapel UN? Pasti akan bagus dampaknya,” usulku.

“ Iya, Bu. Silahkan saja kalau guru-guru setuju mah,” kata bu Tita.

Strategi Duta Delapan sebagai suatu inovasi dan pemikiran yang bagus diaplikasikan untuk semua mata pelajaran yang di-UN-kan. Syukurlah guru-guru lain pun sepakat akan menerapkan strategi itu pada mapel masing-masing.

Tibalah pada bulan Maret, saatnya mengikuti simulasi UN ke-2 secara Nasional. Sekolah kami baru pertamakalinya melaksanakan simulasi tersebut. Itu pun menumpang di sebuah SMK yang ada di kecamatan kami. Jarak dari sekolah kami kurang lebih 5 KM. Memang membutuhkan pemikiran yang matang agar terhindar dari resiko buruk akibat perjalanan yang cukup jauh. Untuk itu kami merencanakan transportasi menggunakan angkot, dan tidak mengijinkan anak membawa sepedah motor seperti kemauan anak-anak.

Pada saatnya, simulasi yang dilaksanakan selama dua hari, berjalan dengan lancar tanpa kejadian apa pun yang tidak diinginkan. Anak-anak patuh terhadap keputusan sekolah tentang transpotasi. Walaupun kami harus pulang pergi sebanyak tiga kali untuk menjemput dan mengantar anak-anak. Karena dibagi menjadi tiga sesi simulasi, maka anak-anak berangkat dan pulang bergantian, agar tertib dan tidak usah menunggu di SMK. Kami tugaskan seorang guru untuk mendampingi perjalanan anak-anak.

Kerja sama yang kami bangun dengan SMK itu sangat baik. Kepala sekolahnya sangat welcome dan memperhatikan semua kebutuhan anak-anak terkait perangkat komputer untuk UN. Bahkan kami ditempatkan di ruangan yang mebelnya masih baru. Sungguh sangat besar andil pak kepala sekolah itu. Semoga Tuhan membalas kebaikannya

“Bagaimana menurut kamu mengikuti simulasi di sini?” tanyaku kepada salah satu siswa yang telah selesai melaksanakan simulasi.

“Seneng, Bu. Itung-itung piknik aja. Jadi tahu SMK ini. Siapa tahu saya nanti sekolah di sini,” jawab sang anak.

“ Oh kamu berminat sekolah di sini? Baguslah kalau begitu. Rajin belajar yah, supaya nilainya bagus dan diterima di sekolah ini,” kataku memberi motivasi.

‘Iya, Ibu. Aamiin,” katanya sambil tersenyum.

Itulah salah satu sisi baik dari hasil kerja sama ini. Bisa sekalian promosi sekolah, walaupun tidak sengaja. Di sisi lain, anak-anak pun memiliki wawasan tentang SMK ini. Sehingga memiliki minat untuk melanjutkan sekolah. Semoga hal ini dapt meningkatkan angka melanjutkan sekolah, yang biasanya hanya berkisar 65%.

Ujian Nasional, Sukseskah?

 “Kalian cinta sama sekolah ini?” tanyaku kepada siswa-siswa, suatu saat, ketika aku berkesempatan memberikan bimbel.

“ Cinta, Bu,”  “Iya, Bu,”  “Tentu, Bu,” begitu jawaban anak-anak.

“Bisa kamu buktikan bahwa kamu cinta dengan sekolah ini?” tantangku sambil tersenyum. “Hayo, apa buktinya?” tanyaku. Kulihat anak-anak hanya tersenyum-senyum bingung.

“Bila kalian cinta sama sekolah kita ini, sumbanglah dengan prestasi yang terbaik dari kalian. Ibu yakin kalian bisa. Bila sungguh-sungguh mengusahakannya,” kataku. “Jangan hawatir dengan sekolah satap kecil yang kita sandang. Kita bisa mengangkat nama baik sekolah yang dipandang kecil ini dengan berjuang bersama-sama,” sambungku. “ Siap berjuang?” tanyaku. “ Siaaaap, Bu” jawab anak-anak serempak.

“Kalian sudah paham bagaimana berjuangnya?” tanyaku menyelidik. Anak-anak tidak ada yang menjawab langsung. Tapi mereka saling bicara dengan teman-teman sebangkunya.

“ O.k anak-anak, sumbangkan nilau UN terbaikmu untuk sekolah. Siap?” tanyaku. “ Insya Allah,Bu,” kata beberapa anak. “ Kalian pasti bisa, asal belajar dengan giat yah,” sambungku.

Masa Ujian Nasional pun tiba. Besar harapan kami, anak-anak dapat mengikutinya dengan lancar tanpa hambatan yang berarti. Begitu pun akan hasilnya, semoga mereka dapat meraih prestasi yang baik. Aku yakin proses tak akan menghianati hasil. Proses sudah kami tempuh dengan optimal. Kami tanamkan jiwa berjuang dalam diri anak-anak. Bahwa hasil Ujian Nasional bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi demi nama baik sekolah.

Akhirnya saat-saat yang mengharu-biru pun tiba. Ketika di sekretariat MKKS kami menerima hasil Nilai Ujian Nasional. Begitu aku buka, mataku terbelalak, karena ada angka 90  nilai Bahasa Indonesia terpampang di sana. Rasa tak percaya.

Seorang anak meraih nilai UN tertinggi dengan nilai paling kecil 75 untuk matematika. Bahasa Inggris dan IPA masing-masing 80. Pemecah rekor selama sekolah kecil ini berdiri! Mungkin bagi sekolah di kota hal itu hal biasa sekali. Namun bagi kami di kampung, itu adalah pencapaian luar biasa.

Beberapa hari kemudia muncul postingan tentang peringkat sekolah dari hasil UN. Tak kupercaya tapi nyata, anak-anak sudah sukses menyumbangkan prestasi terbaiknya. Peringkat yang biasa berada diangka 120-an, meroket naik ke peringkat 35 dari 200-an sekolah. Dan di tingkat wilayah berhasil naik dari peringkat 20 an menjadi peringkat 5. Alhamdulillah wasyukurillah atas anugrah ini.

(Bersambung)

17th Day's Chalenge #menulis di Blog Menjadi Buku



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

INDAHNYA NAN MERAYU