CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL (BAGIAN 11)



 
   Menulis di Blog Jadi Buku ( 1st Day Challenge)

Semangatnya Guru-Guru Sukarelawan

Pagi itu cuaca sangat mendung. Kulihat dari jauh gunung tempat sekolahku berada, lenyap dari pandangan, berganti tabir kelabu yang menyeramkan.

“De, gimana? Kita bisa ke sekolah?” tanyaku via chat WA kepada Dede, driver-ku.

“Ya, Bu. Kita tunggu cuaca membaik saja, ya Bu,” sahut Dede.

“O.K, De, jawabku singkat. Dalam hati memohon kepada Yang Mahakuasa agar cuaca membaik, karena ada agenda penting di sekolah yaitu rapat pengolahan nilai PAS menjadi nilai rapor.

Syukurlah pukul 7.30 cuaca membaik, gerimis mulai berhenti. “Bu, siap,” pesan Dede di WA. Tak lama kemudian Dede pun datang ke rumah, tapi tak kulihat membawa jas hujan.

“Lho De, gak bawa jas hujan?” tanyaku. Dede menjawab,” Nggak Bu, dipinjem si Aa mau ke kota. Mudah-mudahan terus membaik cuacanya ya ,Bu,”

“Aamiin," jawabku sambil bersiap-siap naik ke sepeda motor. Dalam hati berpikir juga bagaiman seandainya turun hujan di perjalanan, sedangkan Dede tidak membawa jas hujan. Setengah jam perjalanan berlalu. Namun tiba-tiba hujanpun turun dengan derasnya. Kami pun menepi. Kasihan Dede kalau sampai basah kuyup, sementara Setengah perjalanan lagi yang masih harus ditempuh.

Hujan bukannya mereda, malah semakin deras. Sebenarnya tanda-tada itu sudah terlihat dari jauh sebelum berangkat tadi. Namun harapanlah yang membawa kami menempuh perjalanan, harapan siapa tahu cuaca membaik.

“Bagaimana ini, De,” Setengah kesal aku berkata. Kenapa Dede meminjamkan jas hujan pemberianku. Apakah ia menyangka aku tidak akan mau berangkat dalam kodisi cuaca buruk? Sehingga ia pinjamkan jas hujannya. Ah! Kalau sudah begini jadi bingug. Masa tega aku biarkan Dede basah kuyup. Sedangkan medan perjalanan yang terjal dan dingin pastinya menambah berat tantangan yang harus dihadapi Dede. Hm... ya sudahlah, aku menyerah.

“De, kita gak usah ke sekolah. Takut kamu sakit nanti, kehujanan. Mending kalau perjalanan pulang. Ini kan baru berangkat. Nanti di sekolah baju kamu basah pastinya sangat tidak sehat. Lain kali tolong jas hujannya jangan dipinjamkan, karena kita sangat membutuhkannya bukan?” kataku panjang lebar.

“Iya, Bu, Dede minta maaf. Soalnya kasihan sama si Aa, mau ngurusin sim mobil. Dia ditawari kerja menjadi sopir pribadi, tapi nggak punya sim,” Dede pun menjelaskan permasalahannya.

Satu jam kami di warung pinggir jalan, menunggu hujan mereda, sambil minum wedang jahe untuk menghangatkan badan. Setelah hujan mereda meninggalkan gerimis kecil, kami pun balik kembali ke rumah.

Untungnya guru-guru pun belum ada yang berangkat ke sekolah karena hujan yang belum berhenti. Itu kutahu di WA grup sekolah. Hari itu anak- anak diliburkan karena sudah tidak ada kegiatan KBM dan hanya menunggu hari pembagian rapor. Pengolahan nilai akan aku pandu lewat chat WA saja, format-format pun aku foto dan diposting di sana. Guru-guru meyalinnya ke dalam kertas folio. Seperti itulah guru-guru kami menggarap administrasi apapun, karena tidak seorang pun memiliki laptop. Awalnya aku akan membagikan format yang sudah difotocopy, tapi karena kondisi, akhirnya mereka membuatnya di kertas. Disepakati, lusa harus selesai nilai untuk disampaikan kepada semua wali kelas.

“Bu, bagaimana rencana Class meeting?” bu haji Een selaku wakil kepala sekolah bertanya.

“Dengan kondisi cuaca seperti ini apakah anak-anak bisa melaksanakan pertandingan antar kelas?” aku balik bertanya.

“Anak-anak mah senang aja, Bu. Main bola sambil hujan-hujanan,” jawab bu Een.

“Tetapi nanti siapa yang mengawasi? Rencana kan Pak Nunu sama Pak Dede yang jadi wasit sambil mengawasi mereka. Kalau tidak diawasi Ibu hawatir terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, kita harus tanggung jawab, bukan?” sambungku.

“Kebetulan saya selesai UAS di kampus, Bu, jadi siap aja ke sekolah,” Pak Nunu, guru olah raga, menimpali di chat grup.

“Iya, Bu, Dede juga siap, walaupun hujan. Tapi Ibu ga usah ikut, he..he..he..maaf ,” sahut Dede. Aku membalas dengan icon ‘Wekwekwek’, tapi aku paham, dalam kondisi hujan lebat Dede lebih leluasa kalau membawa motornya sendiri.

“Oh, begitu? Baiklah kalau Pak Nunu dan Pak Dede menyanggupi, Ibu percayakan kepada Bapak-Bapak.” Begitulah daya juang anak-anak muda itu memang patut dikasih two-thumbs.

 

 ( Bersambung)

Komentar

  1. Ini yang Nung cari terima kasih Ambu..

    BalasHapus
  2. Selamat, kisah anda sudah dibukukan.

    BalasHapus
  3. Perjuangan seperti ini kadang tak terpikirkan mas Nadiem. Harusnya guru satap dapat hibah jaket hujan dari kementrian.

    BalasHapus
  4. Kisah guru yang berjuang di lapangan selalu menarik dibaca. Mantap Ambu.... selamat berjuang.

    BalasHapus
  5. Luar biasa Ambu. Peduli bahkan dengan drivernya. Salut

    BalasHapus
  6. Luar biasa... Ambu, tulisannya tertata dengan apik. Cerita memoar sangat menginspirasi kita.

    BalasHapus
  7. Biasanya berupa puisi, kali ini berupa cerita pendek. Mantap juga Ambu.

    BalasHapus
  8. Perjuangan demi anak bangsa, salut Ambu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik