CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL (Bagian 12)

 



Menulis di Blog jadi Buku #2nd Day challenge


MOMEN PENUH TERHARU

“Assalamualaikum...” Terdengar seseorang mengucap salam di depan rumahku. “Waalaikum salam,”jawabku. Ternyata ia seorang teman yang sama –sama mengajar  di sekolah yang dulu. Aku persilahkan ia duduk di ruang tamu kami.

“Wah tumben ini,Pak. Ada apa yah?” tanyaku heran.

“Ini Bu, saya mau mengabarkan sama Ibu, kalau kami mau berkunjung ke sekolah Ibu. Tadi Bapak Kepala Sekolah meminta saya menyampaikan hal ini.” jawabnya.

“ Wah, satu kehormatan bagi saya, Pak, bila teman-teman mau berkunjung ke sekolah saya, tapi..” ujarku ragu.

“Tapi kenapa,Bu? Apakah Ibu keberatan? Karena apa? “ tanyanya melihat keraguannku.

“ Bagaimana yah? Di satu sisi saya sangat senang atas niatan teman-teman. Namun di sisi lain saya hawatir teman-teman tidak nyaman nanti, karena medan jalan yang tidak bagus,” aku berterus terang.

“Oh, masalah itu sudah kami perkirakan koq, Bu. Bapak Kepala Sekolah juga sudah tahu kan medan jalannya seperti apa,” timpalnya.

“Oh, begitu? Syukurlah. Sungguh saya merasa senang,Pak. Terimakasih atas perhatian teman-teman,”ujarku.

Wah, harus masak-masak ini di sekolah, pikirku. Rencana itu aku sampaikan kepada guru-guru di sekolah. Mereka sangat senang, karena selama ini belum pernah ada kunjungan dari sekolah lain. Soal memasak tidak usah hawatir kata Bu Een. Istri penjaga sekolah sangat pintar memasak. “ Tambah lagi untuk maslah makanan ringan kita nggak usah ngadain, Bu,” kata Bu Een menambahkan.

“Maksud Ibu?” timpalku. “ Sudah tradisi di sini kalau ada kegiatan sekolah,  orang tua siswa selalu berpartisipasi. Ada yang nyumbang pisang goreng, singkong goreng, rebus pisang, ranginang, dan lain- lain. Kita tinggal bilang aja ke anak-anak,” bu Een menjawab panjang-lebar.

“ Apa tidak memberatkan orang tua yah?” tanyaku.

“Kita kan gak maksa, Bu. Ini mah hanya yang siap aja. Hari ini dikasih tahu, besok kita tanya kesiapannya, begitu Bu. Ibu gak usah hawatir, masyarakat di sini mah soal makanan mah gampang. Yang susah itu masalah duit, Bu,” celoteh Bu Een meyakinkanku dalam dialek Sunda Banten yang kental dan lantang. Begitulah karakter beliau, berbicara lantang dan panjang lebar.

Hari yang dinanti pun tiba. Ternyata benar sumbangan dari orang tua cukup banyak, dua meja pun penuh. Yang paling menarik hatiku adalah singkong rebus yang putih empuk bertabur kelapa parut, nantinya dicolek ke iirisan halus gula aren, itulah makanan pavoritku dari Gunung ini.

Suara mobil beriringan menderu terdengar dari jauh. Ada empat mobil diiringi beberapa sepeda motor. Alhamdulillah mereka sudah datang.

Senangnya tak terlukiskan, bagaikan ditengok saudara-saudara di perantauan. Kepala sekolah dan guru-guru, banyak juga yang datang, malah istri-istri dari bapak-bapak guru juga ikut serta. Mereka dijamu dengan makanan ringan dari  gunung yang biasa, tidak ada yang istimewa. Namun ternyata mereka sangat menikmati makanan pavoritku juga. Laris sampai tandas.

Acara pun dimulai. Aku sebagai tuan rumah memberi sambutan,  sampai terbata-bata kata-kata yang keluar dari mulutku saking terharunya saat itu. Setelah itu Bapak Kepala Sekolah menyampaikan maksud kedatangan rombongannya. Ternyata niat mereka adalah mengantarku ke tempat tugas yang baru, walaupun terlambat, katanya. Belum terlambat juga, karena baru menginjak bulan ke-2 aku di sana.

Semakin terharu hatiku dibuatnya, ternyata sebesar itu perhatian sekolah asalku. Ketika perwakilan guru menyampaikan sambutannya, aku tak dapat lagi menahan haru dan keluar juga airmata. Setegar-tegarnya seorang perempuan ternyata terlarut juga dalam haru.

Berbagai kado sebagai kenang-kenangan mereka bawa. Ya Allah alangkah baiknya teman-temanku, semoga berbalas pahala di kemudian hari. Acara diakhiri dengan makan siang bersama, tentunya dengan makanan kampung yang sederhana, sayur asem, ikan mas goreng, ikan asin, sambal dan lalapan. Alhamdulillah semua terlihat enikmati hidangan kami.

“Ibu, Ya Allah.. jalannya itu,” kata seorang ibu guru yang masih muda. “ Iya, Neng, begitulah,” kataku.

“ Ya Allah, Ibu, yang kuat yah, saya bawa motor sambil ngadegdeg * sepanjang jalan, pulang mah ga tahu ini,” sambungnya sambil makan.

Di bawah ini foto-foto ketika acara berlangsung, ini tersimpan dalam Facebook yang diunggah ibu guru muda itu empat tahun yang lalu! Bahkan Postingan statusnya aku upload di sini, tanpa nama kalau-kalau ia keberatan. ( Bersambung)

 




















Komentar

  1. Jadi ingat baju batik itu yang sudah hanyut terbawa banjir.
    Semangat terus Ambu Kepsek yang luar biasa.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik