CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL ( Bagian 14)
Menulis di Blog Menjadi Buku #4th Day's challenge
SEHAT... SEHATLAH!
Hari-hari selanjutnya adalah aku berobat ke sana- ke
sini, selama 1 bulan tidak mampu ke sekolah, karena jangankan naik sepeda
motor, naik mobil pun perutku sakit. Suatu hari anak sulungku pulang dari
Bandung, karena menghawatirkanku. Ia menyarankan untuk berobat alternatif
seperti yang ia jalani karena sakitnya tahun lalu. Kenapa sampai tidak
terlintas sedikit pun dibenakku untuk berobat ke klinik herbal seperti aku
membawanya ke sana.
Jam tiga dini hari suami dan anak-anak mengantaraku
berobat ke klinik herbal itu.Sesampainya di sana sudah banyak orang mengantre.
Jam 5 pagi antrean ditutup. Begitulah di klinik hebal itu orang harus rela
antre dari dini hari, malah ada yang rela nginap di kendaraan demi mendapatkan
nomor awal antrean. Padahal praktik pelayanan baru dimulai jam 7 pagi! Aku
mendapatkan nomor yang perkiraan terlayani jam 11-an siang.
“ Bagaimana, Bu? Masih tujuh jam kita dapet gilirannya,
mau pulang dulu atau nunggu di sini?” tanya suamiku. “ Aduh gak sanggup di
jalannya, Pak. Jalan rusak dikit aja rasanya sakit ke perut,” jawabku.
“ Kita cari mesjid aja, Pak. Sambil shalat subuh kita
bisa istirahat di sana, dari pada di sini, kasihan Ibu gak bisa baringan,” usul
anakku.
Lalu kami pun menuju ke mesjid yang tidak jauh dari
klinik itu. Untungnya di dekat mesjid itu ada rumah makan, jadi kami bisa
sarapan di sana.
Setengah jam menjelang giliran tiba, kami kembali ke
klinik. Ternyata satu nomor sudah terlewat! Untungnya kami boleh menyusul
setelah pasien yang di dalam. Dengan hati berdebar aku masuk diantar suamiku.
Pak Haji yang mengobati itu masih mengenaliku dengan baik setelah satu tahun
lewat. Luar biasa, beliau memang orang yang sangat baik. Sambil ngobrol ke sana
kemari, begitulah gaya beliau ketika memberi terapi, memeriksa ku dengan
seksama hanya dengan menekan halus urat-urat di pergelangan tangan, seperti
seorang perawat mengukur tensi darah.
Tiba-tiba beliau bertanya,” Ibu memangnya suka off road
gituh? Atau kebanyakan lompat-lompat?” Aku menjawab,” Dua hari sekali saya off
road, Pak Haji. Ngebonceng di sepeda motor.”
“Lho? Ke mana? Dalam rangka apa?” tanya beliau heran. “
Saya tugas di gunung, Pak Haji,” jawabku.
“ Waduh, kenapa harus ibu-ibu yang tugas ke gunung, gak
ada lagi gituh bapak-bapak?” tanyanya. “ Memang kenapa Pak Haji? ada
hubungannya dengan sakit saya?” tanyaku penasaran.
“ Ibu merasa sakit di sini, yah?” tanyanya, sambil memegang perutnya sebelah kanan atas.
Luar biasa pak Haji ini, bisa merasakan apa yang kurasa.
“ Benar sekali, Pak haji,” jawabku.
“Hmm.. sakit itu karena gojlokan yang terus menerus. Sementara otot perut ibu sudah tidak
elastis. Jadi ada urat di diafragma antara perut dan tulang rusuk yang
kejepit.Yang ibu rasa sakit seperti kalau habis lari jauh bukan?” panjang lebar
beliau menjelaskan. “Ibu kalau ngebonceng harus relaks badannya, jangan
tegang-tegang yah,” sambungnya sambil tersenyum, seakan tahu kalau aku
ngebonceng pasti tegang karena jalan yang curam, apalagi kalau turun gunung
sering kaki ikut nahan.
“ Bagaimana ngobatinnya, Pak haji. Saya sudah ke mana-
mana berobat, tapi belum sembuh juga,” cuthatku. “Ibu walaupun ke mana-mana
berobat tapi tidak terobati apa yang harus diobati, ya gak akan sembuh,”
jawabnya sambil tersenyum. “Insya Allah, dengnan ijin Allah, asal Ibu disiplin
terapi dengan herbal, dalam waktu 14 hari mudah-mudahan ada perubahan, yah,”
sambungnya.
“ Aamiin, terimakasih Pak Haji,” timpal suamiku.
“Sama-sama, Pak. Ini resep obatnya. Nanti Bapak beli ini di apotek herbal yang
sudah biasa, masih ingat kan , Bu?” sambung pak Haji. “Oh ya, nanti 14 hari
lagi, kita periksa lagi yah,”sambungnya.
Setelah mengucapkan terima kasih dan menyimpan amplop di
sudut mejanya, kami pun pamitan. Oh iya, beliau tidak memasang tarif
pengobatan. Berapa pun tidak beliau permasalahkan.
Satu minggu sejak terapi obat herbal itu, perkembangan
yang kurasakan sangat baik. Aku sudah bisa salat dengan benar. Walaupun masih
ada sedikit rasa nyutnyut di perut namun tidak berlangsung lama, hanya bila ada
gerakan melipat perut seperti ketika
membungkuk. Kemudian dua minggu berlalu, kesehatannku semakin baik.
Tetapi aku beum berani ke sekolah, sesuai anjuran Pak haji, minimal 1 bulan jangan dulu off road. Dua
minggu selanjutnya meneruskan terapi dengan pemeriksaan terlebih dahulu. Pak
Haji memberi resep obat yang sama.
Awal Maret aku coba berangkat lagi ke sekolah, dengan
memakai korset, sesuai anjuran Pak Haji, agar tidak terlalu terguncang bila
melewati jalan yang jelek. Tentu warga sekolah merasa senang kepala sekolahnya
datang kembali. Ah, bahagianya, merasakan kembali segarnya udara gunung yang
fresh. Bahagianya, ketika anak-anak berebut cium tanganku, bahagianya ketika
melihat senyum-senyum sumringah di wajah guru-guru. Semua itu memberi motivasi
yang kuat padaku, aku harus sehat!
( Bersambung)
Perjuangan yang tak mudah. Semoga menajdikan perjuangan yg memberikan kemaslahatan. Aamiin
BalasHapusAamiin ya Allah
HapusMakasih sudah mampir Pak..
Tugas di gunung mencerdasksn anak bangsa sangat luar biasa Ambu
BalasHapusMakasih Bunda atas aprrsiasinya..
HapusSelalu sangat Ambu...
BalasHapusMakasih Pak Nas..
Hapus