CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL (Bagian 17)
Latihan untuk tampilan-tampilan siswa yang mau menyumbang pementasan,
dilakukan di kelompok masing-masing secara mandiri, di rumah-rumah siswa.
Mereka dilatih oleh sanak saudara mereka yang memiliki pengalaman. Kami sangat
senang, ternyata keluarga siswa kami ikut andil dalam mensukseskan program baru
ini.
Aku juga ikut andil melatih puisi berantai yang dibacakan oleh tiga orang
siswa. Karena memang karakter tiga puisi
yang dirangkai itu lucu bila membacakannya dengan nada yang pas, maka ketika
berlatih anak-anak tertawa terus. Tapi lama kelamaan biasa juga. Malah yang
mendengarnya tertawa terbahak-bahak ketika ditampilkan pada gladi bersih.
Untuk pementasan butuh panggung yang cukup luas agar muat sebanyak 30 anak
ketika kelas 9 menampilkan gilirannya. Untungnya pak Ketua Komite Sekolah
berhasil meminjam seperangkat panggung dan sound systemnya dari kantor Desa. Kantor desa kami memang punya seperangkat panggung walaupun
kecil, juga sound system. Sedangkan untuk tirai-tirai auning kami mendapatkan
pinjaman dari SMPN 1 Cipanas, sekolah asalku. Untuk memperluas panggung kami
menambahnya dengan menyusun meja-meja dari kelas. Hmm. Mudah-mudahan mejanya
tidak rusak.
Aku berpikir bagaimana dengan konsumsi untuk para undangan yang terdiri
dari semua orang tua siswa dan aparat pemerintahan mulai dari RT,RW, tokoh
masyarakat dan perangkat Desa.
“Gak usah hawatir, Bu tentang konsumsi. Masyarakat pasti mendukung. Tinggal
bilang aja ke anak-anak untuk menyumbang makanan. Dan kelas 9 mau menyumbang
tumpeng, Bu. Saya kan sudah ngobrol sama beberapa orang tua siswa kelas 9,
mereka sangat setuju membuat tumpeng, itung-itung syukuran katanya. Nanti
dibuat per kelompok saja. Jadinya ada 3 kelompok, masing-masing 10 orang. Nah
kelas 7 dan 8 mah nyumbang apa saja
mereka sanggupnya,” bu Een menjelaskan panjang lebar. Aku menyambut baik
terobosan tersebut. Semoga semuanya berjalan dengan lancar pada waktunya.
Dua hari menjelang hari pelaksanaan, panggung pun didirikan. Masyarakat
yang tinggal di sekitar sekolah membantu kami, sehingga pendirian panggung
cepat selesai. Sangat melegakan melihat panggung sudah siap dan cukup layak
untuk pementasan.
Saat yang Dinanti pun Tibalah
Pukul 7.00 pagi kami sudah berada di sekolah. Ketika aku datang anak-anak
sudah ramai. Anak kelas 9 laki-laki memakai jas dan celana hitam, sedangkan
anak-anak peremuan memakai kebaya. Terlihat gagah dan cantik-cantik. Kulihat di
sekitar sekolah banyak juga pedagang yang ikut meramaikan suasana. Kemudian, begitu aku
masuk ke kantor, alangkah kagetnya, karena ruanganku berubah fungsi jadi tempat
penyimpanan makanan. Ruangan 2x 3 meter itu dipenuhi makanan beraneka ragam. Di
pojokan bertandan –tandan pisang disusun. Di atas meja ada empat tampah tumpeng yang cantik-cantik,
dan di lantai penuh dengan bermaca-macam kue kelihatannya enak-enak. Tak
ketinggalan oples-toples pun berjajar berisi keripik, rempeyek, ranginang,
rangining, dan lain-lainnya. Wah, kayak mau hajatan saja ini. Rasa haru dan
takjub atas partisipasi masyarakat di sini memenuhi hatiku.
“ Beginilah Bu, masyarakat di sini kalau soal makanan mah gampang. Apalagi
ini untuk syukuran anak-anaknya,” kata bu Een.
“ Iya, Bu Haji, Ibu sangat terharu dan sekaligus tercengang dengan semua
ini, luar biasa ya masyarakat di sini sangat murah rejeki,” ujarku.
Tamu-tamu pun sudah berdatangan, termasuk Pak Kades dan para orang tua
siswa. Acara pun dimulai. Aku memberikan sambutan dengan penuh suka cita, dan
rasa haru yang begitu besar, karena berkat kerja sama semua pihak, maka acara
perpisahan kelas 9 yang perdana di sekolah itu, dapat terlaksana. Untuk itu
ucapan terima kasih aku sampaikan kepada mereka. Lalu kepada ibu-ibu yang hadir
tak lupa aku menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kiriman
makanannya, dan mereka pun bertepuk tangan gembira.
Kemudian pak Komite sekolah, pak Kades dan perwakilan orang tua memberikan
sambutannya. Semua menyatakan rasa gembiranya karena SMP melaksanakan acara
pelepasan dan perpisahan anak kelas 9. Mereka mendoakan semoga acara dapat
berjalan dengan sukses. Bahkan pak Kades menyampaikan akan memberikan bantuan
kepada sekolah kami, walaupun tidak disebutkan berupa apa bantuannya. Syukurlah
mulai ada perhatian dari pemerintah setempat tentang keberadaan sekolah kami.
Selesai sambutan-sambutan, satu persatu tampilan bergantian mengisi acara
hiburan. Luar biasa ternyata, anak-anak di desa yang malu-malu bisa tampil
dengan percaya diri juga. Tampilan puisi berantai yang kocak sangat menghibur,
penonton pada tertawa terbahak-bahak. Tarian yang sebenarnya adalah senam
pinguin, yang dibawakan anak-anak kelas 7 begitu memukau dalam kostumnya yang
hitam-hitam, dan kepalanya dibentuk dengan menggunakan kerudung putih. Tampilan
senam pinguin baru ada di desa itu, jadi walaupun sederhana namun sangat memukau
penonton. Banyak penonton yang memberi saweran, bahkan ada ibu-ibu yang ikut
naik ke panggung untuk ‘menyawer’ anaknya langsung. Sebagian memberi saweran
dengan menaruh uang di kotak yang suda disediakan.
Selanjutnya penampilan puncak dari kelas 9, satu demi satu naik ke panggung
untuk menerima kalungan medali diringi lagu-lagu yang syahdu. Sehingga suasana
membuat haru. Beberapa anak perempuan memelukku sambil terisak-isak setelah
dikalungi medali. Setiap anak yang dipanggil maka orang tua memberikan
sawerannya. Bahkan ada yang mengajak serta bibinya, neneknya, pamannya, untuk
ikut ‘menyawer’. Mereka terlihat sangat bahagia dan bangga anaknnya sudah lulus
dari SMP.
Setelah semua menerima pengalungan medali, mereka pun mempersembahkan
lagu-lagu pujian untuk guru-gurunya, dan lagu-lagu perpisahan. Mereka nampak
semangat dan bahagia, walaupun akhirnya penuh haru. Beberapa dari anak
perempuan tidak mampu lagi menyanyi dengan baik karena nampak menahan air mata.
Acara dilanjutkan kembali dengan hiburan-hiburan. Semakin banyak undangan
yang memberi sawerannya temasuk Pak Kades kami. Setelah selesai, uang
sawerannya kami hitung. Syukurlah, ternyata benar kata bu Een kami dapat membayar
uang sewa organ. Malah masih cukup banyak sisanya. Tentu kami bagikan untuk semua
yang terlibat. Dan aku serahkan semuanya kepada panitia, biarlah mereka yang
mengatur. Yang penting mereka merasa bahagia dengan pengalaman pertamanya ini.
Acara pelepasan siswa itu menjadi pengalaman yang luar biasa bagi kami, sekolah
kecil di tempat terpencil itu. Bagi sekolah- sekolah besar hal itu sudah tidak
lagi menjadi pengalamam yang luar biasa, karena sudah rutin dilaksanakan. Hal
ini menambah kisah dalam catatan perjalannku menjadi kepala sekolah di daerah
terpencil itu.
(Bersambung)
Mantap Bu Kepsek , dapat saweran dari Pak Kades
BalasHapusIya Alhamdulillah Bu
HapusTetap semangat meskipun dalam segala keterbatasan, Ambu. Insyaallah berkah 😇
BalasHapusAamiin ya robbal aalamiin, mkasih Mas Mo..
HapusKeren bu kepsek
BalasHapusMakasih..
HapusAkhir acara yang sangat meriah...
BalasHapusSelamat Bu Kepsek, acaranya Sukses.
Iya Mas Indra, makasih..
HapusPengalaman luar biasa ambu... Top BGT dah
BalasHapusAlhamdulillah, Pak..
HapusMakasih..
Asyik, acaranya meriah Ambu. Semakin menginspirasi nih. Semangat!
BalasHapusMakasih apresiasinya Neng..
HapusBerkah..berkah...Ambu.. semangaat terus.. salam literasi..
BalasHapusAamiin mkasih Bun..
HapusMantap kisahnya
BalasHapusMakasih apresiasinya..
BalasHapusSerasa hadir dalam acara perpisahan. Ada saweran lagi.
BalasHapusMakasih Bu Astuti...
HapusWah terkesan sekali baca kegiatannya. Kalau sudah didukung masyarakat, insya allah lancar.
BalasHapusMasyarakat daerah terpencil, jika dilibatkan biasanya sangat mendukung acara-acara yang diselenggarakan sekolah. Selamat ya, Bu Kepala Sek.
BalasHapusSenang membaca kisahnya ambu. Boleh tanya ambu itu artinya apa ya ?
BalasHapusKeren bu,sukse selalu ya.
BalasHapus