CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL (Bagian 15)

 

Menulis di Blog Menjadi Buku # 5th days' challenge


Kembali ke Sekolah

Senyum tulus yang terpancar di wajah anak-anak itu membawa ingatanku kembali ke waktu awal-awal aku bersama mereka di sekolah itu. Kesan awal yang kutangkap tentang mereka, ada harapan tersirat pada senyum dan tatapan mereka. Suatu ketika, aku sempat menggambarkannya dalam sebuah puisi, tentang mereka, dan tentang guru-guru mereka.


Mereka

Oleh : Tini Sumartini

Mereka

Terlahir di dusun

Terpencil tertinggal terbelakang

Hidup dalam pengasuhan alamnya.

Wajah polos malu-malu

Bersahaja santun bertutur

Tersenyum tulus

Lugu.

Berbinar

Sumringah terpancar

Sambut riang kedatanganku

Menumpah rindukan seorang guru.

Bahagiaku menyulam hari bersama

Menggapai sejumput harap

Masa depan

Mereka.

Cipanas, 16 Desember 2020


Gudasus

Oleh: Tini Sumartini

Di atas terjal berbatu jalanmu

Tegar teruji nyalimu

Terbakar, berkobar

Semangatmu.

Di sana

Di balik belantara

Bocah-bocah menanti

Sentuhan tanganmu tuangkan ilmu.

Kau gapai harapan mereka

Merenda waktu ke waktu

Menjadi insan

Cendekia.

Bulat

Terpahat tekadmu

Dalam pengabdian ikhlasmu

Semoga Tuhan kabulkan pintamu.

Cipanas, 17 Desember 2020

 

Itulah gambaran tentang kesanku akan anak-anak muridku dan guru-gurunya. Semoga menginspirasi siapa saja, termasuk diriku sendiri. Aku senantiasa bersyukur atas apa yang telah kuraih dalam hidupku sejauh ini, yang  menurut penilaianku ,  lebih beruntung dibandingkan mereka.


Satu hal yang membekas dalam ingatanku tentang mereka, anak-anak muridku, semangatnya yang menggebu. Walaupun memang ada satu dua anak yang motivasi belajarnya rendah, tetapi yang menonjol adalah yang sebagian besar dari mereka. Diatara semangat yang tumbuh kala itu adalah pada program literasi.


Langkah Kecil Program Literasi

Aku melihat banyak sekali buku-buku dari hasil sumbangan, yang diperoleh masa kepala sekolah sebelumku, bertumpuk-tumpuk di atas dua meja yang digabung, di ruang kantor kami. Buku-buku yang cukup bagus dan beragam jenis, oleh karenanya, sayang sekali bila kita tidak memanfaatkannya dengan baik.  Maka kami pun membahasnya dalam rapat.


Kami menyetujui program pengadaan rak buku sederhana. Aku paggil tukang kayu di kampung itu. Lalu menyuruh wakil kepala sekolah untuk mencari papan yang dijual dari penduduk setempat. Untungnya tidak susah mendapatkannya. Maka jadilah dua buah rak perpustakaan yang cukup untuk menampung buku-buku tersebut. Akhirnya jadilah perpustakaan mini sekolahku.


Namun sayangnya,  anak-anak merasa sungkan untuk meminjam buku atau sekedar membaca buku di perpustakaan, karena tempatnya yang bersatu dengan ruang guru, menghambat kegiatan pinjam- meminjam buku. Di sisi lain ketika istirahat tentu guru-guru tidak nyaman karena terganggu oleh lalu lalang anak yang keluar masuk perpustakaan.


Solusinya kami membuat spot-spot baca di setiap depan kelas, di serambi kelas. Hanya berupa papan sepanjang 1 meter disanggah degan siku-siku besi yang menempel di dinding depan kelas. Lalu kami menysusun buku-buku di atasnya. Petugas yang mengambil buku dari perpustakaan setiap pagi dan menyimpannya kembali sepulang sekolah adalah anak- anak OSIS.

Mereka begitu bersemangat mendukung program baru ini, sehingga setiap jam istirahat terlihat anak-anak asyik membaca sambil duduk lesehan di serambi kelas. Mereka duduk-duduk dengan nyaman di sana ,  karena bersih.  Anak melepas sepatunya dan hanya memakai kaus kaki, agar serambi selalu terjaga kebersihannya.


Mayoritas pembaca adalah anak-anak perempuan, karena anak-anak laki-laki lebih memilih main bola di lapangan desa. Untuk itu kami berupaya terus meningkatkan minat baca dengan program wajib literasi. Salah satunya adalah setiap hari Senin, anak-anak harus menyetorkan resume bacaannya, dengan demikian maka sedikit demi sedikit jumlah peminjam buku bertambah. Mereka menyetorkan hasi resuma bacaannya kepada wali kelas masing-masing, agar dapat dipastikan siapa saja yang sudah baik minat bacanya. Itulah langkah kecil kami untuk membangun literasi di sekolah kecil kami.

(Bersambung)

Komentar

  1. Keren Ambu, tak terasa udah yang ke 15

    BalasHapus
  2. Memoar dihiasi puisi dan literasi...wah sgt menginspirasi...

    BalasHapus
  3. Patidusanys keren. Ceritanya renyah terasa ikut merasakan perjalanan hidupnya.

    BalasHapus
  4. Memoar yang inspiratif, Ambu. Oya, judulnya kurang satu huruf 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahaha... ada2 aja yg terlewat, makasih Mas...

      Hapus
  5. Semoga usaha membangun minat baca peserta didik akan membuahkan hasil yang bagus sesuai harapan. Aamiin

    BalasHapus
  6. Ayo anak laki-laki membaca buku juga... Jangan Kalah Sama anak perempuan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik