Bagai Gelas yang Retak

 

Oek..! oek..! Pagi itu Laras beberapa kali muntah. Rasa mual  tak berkesudahan sepanjang hari itu. Badannya pun mulai demam. Semakin malam, demamnya semakin tinggi. Badannya lemas tiada daya, kepalanya berdenyut-denyut, sakit dan pusing.

“Tadi aku ajak ke dokter gak mau. Besok pagi kita ke dokter yah,” kata Dewo suaminya, tangannya tak henti  memijat punggung,  tangan dan kaki Laras. Ia pun tak bisa tidur menunggui istrinya yang sakit.

***

“Sebaiknya, ibu cek lab yah, ini suratnya. Silahkan bawa ke laboratorium di belakang sana yah. Besok Ibu kembali lagi ke sini. Sementara saya kasih obat untuk diminum sampai besok pagi yah,” kata dokter.

Lalu Dewo mengantar Laras untuk cek lab. “Bu Laras, kalau menunggu hasilnya lama, tapi terserah Ibu,  mau ditunggu atau besok pagi ke sini lagi,” kata petugas laboratorium.

Laras merasa tidak sanggup lama-lama menunggu. Badanya tidak karuan rasa. Berada di luar ruangan saja rasanya silau dari matahari, malah menambah sakitnya. Inginnya  cepat-cepat berbaring  di kamarnya. Oleh karenanya ia meminta suaminya agar membawanya pulang.

“Iya, Mas kami kembali lagi besok saja,” ujar Dewo kepada petugas laboratorium.

                “Ya Allah sakit apakah diriku? Ampuni hamba ya Allah, bila sakit ini karena dosa dan kesalahan hamba.  Segera ambil kembali penyakitku, hanya Engkaulah yang Maha Menyembuhkan,”  Laras berdoa selepas salat yang ia kerjakan sambil duduk, karena tubuhnya lemas.

***

Keesokan paginya, Dewo mengantar Laras kembali ke dokter. Sebelumnya, ia mengambil dulu surat hasil labnya. Lalu hasil lab itu dikonsultasikan ke dokter. Tiba-tiba Laras terkulai, pingsan, ketika mendapat pemberitahuan dari dokter tentang penyakitnya. Dewo pun terhenyak , namun ia berusaha tegar demi Laras. Setelah selesai konsultasi dengan dokter, Dewo membawa Laras pulang. Nanti di rumah kan didiskusikan langkah pengobatan selanjutnya.

Dari menit ke menit, dari jam ke jam, begitu lama waktu yang Laras rasakan dalam derita sakitnya. Namun air mata sudah kering. Kini ia berusaha tegar menerima takdir dari yang Maha Kuasa. Ia menolak dibawa ke rumah sakit. Ia pertimbangkan itu,  begitu singkat sisa hidup yang akan ia jalani karena kankernya.  Biarlah ia nikmati saat-saat terakhir hidupnya di rumah bersama orang-orang yang ia cintai, suami dan ibu mertuanya.  Hari demi hari ia rasakan ada perkembangan yang lebih baik. Entah memang penyakitnya berkurang atau karena kepasrahan dan keikhlasannya yang ia rasakan.

Namun di tengah sakitnya ia memikirkan bagaimana nasib suami, yang begitu mencintainya,  akan kehilangan dirinya ketika ia berpulang nanti.

“Mas, boleh aku katakan sesuatu?” Laras membuka percakapan malam itu. “ Tentu, katakanlah, Sayang,” sahut Dewo sambil mengelus tangan istrinya. “ Umurku hanya tiga bulan lagi, aku minta kau segera cari penggantiku. Aku ingin pergi dengan melihat kau bahagia bukan dengan tangis dukamu. Aku akan tenang dan ikut bahagia bila kau menikah lagi, Mas,” ujar Laras lirih.

“Apa? Kenapa kamu bilang seperti itu? Kamu tidak percayakah  atas kekuasaan Allah? Belum tentu apa yang dikatakan dokter itu benar. Manusia hanya bisa mengira-ngira namun Allah lah yang menentukan. Sudahlah jangan pikirkan itu lagi. Aku hanya ingin kau sembuh kembali seperti dulu, “  kata Dewo dengan penuh harapan optimis. “Besok kita ke dokter lagi, yah. Apakah kau tidak merasa bahwa akhir-akhir ini kau terlihat lebih segar dan baikan?” sambung Dewo. “Tidak, Mas. Aku gak mau ke dokter lagi. Tolonglah. Biarlah kunikmati saat terakhirku tanpa campur tangan dokter. Aku merasa baikan koq.”

Tanpa sepengetahuan Dewo, Laras mengemukakan usulnya kepada ibu mertuanya. Ia bilang mau mempertemukan Dewo dan Riana, temannya, untuk menggantikannya sebagai istri.

“Betulkah apa yang kamu katakan?’’ tanya bu Mina, mertuanya.”Kamu benar ihklas bila Dewo menikah lagi? Kamu tidak akan menyesal?” sambung bu Mina.

“Ikhlas Bu, demi kebahagiaan Mas Dewo. Aku tak ingin ia mengiringi kepergianku dengan duka, Bu,” jawab Laras menegaskan.

‘Hmm.. baiklah. Tapi ibu punya perempuan yang lebih pantas menjadi istri Dewo, karena Ibu sangat mengenalnya. Ia pun sebenarnya ada hati sama Dewo. Tapi dulu Dewo sangat mencintaimu,” kata sang mertua.

“Oh? Begituh? Siapa dia ,Bu?” tanya Laras penasaran.  “ Dia Rosa, anak sahabat Ibu. Pasti kamu cocok sama dia. Anaknya baik,  modis dan  cantik sekali,” sambung bu Mina.

“ Bila menurut ibu itu baik untuk Mas Dewo, aku setuju , Bu,” jawab Mira penuh ikhlas.

“Baik. Kamu diam saja, biar ibu yang berusaha mendekatkannya sama Dewo,” kata sang mertua sangat bersemangat.

“ Ya Allah, semoga Mas dewo bahagia nanti bersama pilihan ibunya,” bisik hati Laras.

Singkat cerita,  dua minggu kemudian dilaksanakn ijab qabul pernikahan antara Dewo dan Rosa. Hanya resepsi biasa. Karena Dewo menolak untuk resepsi besar-besaran. Untuk istri mudanya Dewo membelikan rumah, tidak besar namun cukup megah. Sikap istri mudanya sangat baik. Selalu menjaga sikap bila di depan Laras dan mertuanya.

Sebulan kemudian, laras memeriksakan diri ke dokter, karena ia merasa badannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Tinggal mual-mual saja yang sesekali ia rasakan. Alangkah kagetnya ketika dokter memberitahu bahwa surat hasil cek lab itu tertukar, dengan nama yang sama. Namun karena tidak ada nomor kontak jadi pihaknya sulit untuk memberi klarifikasi.

 Hasilnya sangat berbeda. Laras bukan sakit kanker, tapi sedang ngidam. Bagi beberapa orang, kasus ngidam dialami dengan sakit yang serius. Walaupun kecewa dengan keteledoran itu, tetapi  Dewo sangat senang terlebih Laras. Karena ternyata ia baik-baik saja, dan malah kabar bahagia yang mereka terima bahwa laras sedang  mengandung 3 bulan!

Ibu mertua pun merasa sangat bahagia karena tidak lama lagi akan menimang cucu. Hanya satu orang yang merasa tidak senang dengan kabar tersebut, Rosa, madunya Laras. Dengan segala cara Laras berhasil mempengaruhi dam mengambil hati ibu mertuanya. Jadilah Laras selalu merasa disisihkan dan tersakiti karena fitnah-fitnah yang dijalankan Rosa. Terlebih Rosa pun hamil, baru menginjak usia 1 bulan. Hal ini sering ia jadikan senjata untuk merebut perhatian suaminya.

“Ya Allah, kuterima cobaan ini, namun berikan kekuatan padaku Ya Allah. Bukakanlah hati ibu mertuaku dan suamiku, ya Rohman.” Laras selalu mengadu dalam  doa-doanya.

Upaya-upaya Rosa untuk merebut hati suami dan mertuanya semakin nekad. Ia berhasil l memengaruhi Dewo agar ia dan Laras bertukar rumah karena keinginan si jabang bayi. Dewo pun meminta Laras untk pindah ke rumahnya Rosa.

“Tidak Mas, aku istri pertama yang berhak tinggal di rumah ini,”kata Laras

“ Ayolah, Sayang, hanya sementara, nanti kamu akan kubelikan sebuah rumah yang baru dan megah, lebih besar dari rumah Rosa. Jadi sementara kamu tinggal dulu di rumah Rosa,”sambung suaminya.

“Kalau kamu mau, gak apa-apa kamu di sini saja. Aku gak keberatan koq satu rumah denganmu,”kata Rosa. “ Tapi aku gak mau tinggal serumah dengan orang yang licik seperti kamu,” jawab Laras.

“Eeh, koq kamu ngomongnya kayak gituh? siapa yang licik? Enak saja, segitu baiknya mantu ibu yang satu ini,” ujar bu Minah, sang mertua.

Laras sangat tertekan dengan keadaan itu. Ia mengambil keputusan lebih baik menyudahi ikatan pernikahannya, dan ia memilih pergi dari rumah itu. Di saat Dewo  sedang menahan dengan sekuat tenaga agar Laras tidak pergi, Rosa menjerit-jerit karena perutnya sakit. Akhirnya Dewo konsentrasi memperhatikan Rosa. Laras pun pergi dari rumah dengan hanya membawa 1 koper pakain.

Ketika Laras sedang berjalan dengan terseok-seok karena hati yang hancur, tiba-tiba HP-nya berdering.”Hallo, Laras.. kacian dech, akhirnya aku yang menang. Terbukti bukan? Aku bisa  merebut hati suami dan ibu mertuaku,” Rosa mengungkapkan rasa senagnya .

“Kamu perempuan yang licik. Sungguh aku gak menyangka di balik paras cantikmu tersimpan hati iblis,” jawab Laras.

“ Suka-suka aku dong. Laras.. Laras.. kamu memang bodoh. Terlalu naif. Kamu nggak nyangka kan kalo aku yang menaruh obat tidur di minumanmu tempo hari. Supaya kamu terlelap dan  gak masak lagi buat mertuaku. Dan aku mengirim makanan untuknya,” jawab Rosa panjang lebar. Ia tidak sadar dari tadi omongannya didengar Dewo dari balik pintu kamar.

“Ya Allah, Rosa kamu tuh jahat banget yah, bagaimana kalau bayi yang kukandung ini kegururan karena ulahmu?” kata Laras dengan geramnya.

“Baguslah kalau sampai bayimu tidak selamat, semakin senang aku. Artinya pewaris tunggal jatuh kepada anakku nanti,” jawab Rosa.

Mendengar itu Dewo tidak bisa menahan emosinya , dan pertengkaran pun terjadi. Rosa mengejar Dewo yang bermaksud mencari Laras. Namun sialnya,  di tangga itu ia terpeleset dan berguling  ke bawah. Untungnya hanya tinggal 4 anak tangga terakhir. Namun, Rosa merasakan sakit yang teramat diperutnya. Dewo segera melarikanya ke rumah sakit. Akhirnya, dokter menyatakan Rosa keguguran. Dewo sangat terpukul dengan keadaan itu, terlebih ibu mertua yang sangat sayang padanya.

“Nah inilah balasan atas kejahatanmu sama Laras. Bertaubatlah kamu, Rosa,” kata Dewo, sambil pergi meninggalkan Rosa. Ibu mertuanya belum mengerti apa yang terjadi, ia dengan sabar menunggui samapai Rosa kembali pulih.

Singkat cerita,  tiga bulan berlalu,  setelah menceraikan Rosa, Dewo berhasil menemukan Laras secara tidak sengaja, ketika Laras ke luar dari mall. Ia berbelanja untuk keperluan persalinannya. Dewo sangat bahagia , dan segera , menghampiri Laras. “Laras, ayo pulanglah, aku sudah berbulan-bulan mencarimu ke mana-mana. Sekarang aku mohon, pulanglah,” Dewo memohon kepada Laras.

“Tidak,Mas. Sudah cukup. Jangan ganggu aku. Aku sudah tenang menjalani hidupku sekarang.  Ada orang baik yang mau menampungku dan memberi pekerjaan padaku,” jawab Laras sambil berlalu, dan segera naik ke taksi online.

Dewo menyesali dirinya yang bodoh,  ia sudah menyakiti perempuan yang ia cintai. Sekarang ia semakin hawatir terhadap Laras yang sedang hamil tua dan menunggu saat-saat persalinannya. Ia hawatir juga terhadap bayi yang dikandung Laras. Semakin dipirkan semakin besar rasa penyesalannya. Kini ia  pasrah dalam doa-doanya, meminta Allah melindungi istri tercinta dan buah hatinya. Ia memohon jalan agar Laras bersedia kembali padanya. Ia pun terus mencari di mana keberadaan Laras.

Persalinan Laras pun berjalan dengan lancar, di sebuah desa, dimana ia bisa menempati rumah warisan dari orang tuanya. Ia sangat bersikeras tidak ingin kembali kepada Dewo. Ia tak mau sakit hati yang kedua kalinya. Di sana ia hidup tenang bersama saudara misannya , anak pamannya. Kebetulan iparnya adalah seorang perempuan yang baik hati.

 

Selesai..


Komentar

  1. Ambu, apakah aku akan sekuat laras jika harus memilih pergi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan ada 2 pilhan, kembali kpd nya dg hati yg sudah retak? Atau pergi?

      Hapus
  2. Alhamdulillah...seneng bacanya ambu. Semoga akan hadir buku baru lagi. Semangatnya luar biasa

    BalasHapus
  3. Kesel banget sama dokternya kok bisa-bisanya teledor, duuuuh...

    BalasHapus
  4. Waduh, jd mikir apakh ini ada kemungkinan twrjadi? Takutnya dianggap pelecehan profesi🙈

    BalasHapus
    Balasan
    1. kemungkinan akan selalu saja ada ambu dan ini tidak termasuk pelecehan profesi, kan ambu menulis fiksi.

      Hapus
  5. Seandainya ROSA tidak jatuh dari tangga pasti ceritanya lebih seru lagi,..

    BalasHapus
  6. Huuf laras begitu tegar.. Berharap msih bisa kmbli walau hati tlah retak..demi si buah hati.

    BalasHapus
  7. Laras terlalu cepat mengambil keputusan,tanpa berusaha pemeriksaan lebih lanjut.Harus hati- hati dalam mengambil keputusan, apalagi yang menyangkut poligami,hehehe baper nih jadinya.

    BalasHapus
  8. Laras yg luar biasa tapi saya tdk mau seperti laras

    BalasHapus
  9. Keren Ambu...
    Laras sungguh luar biasa...

    BalasHapus
  10. Ceritanya menarik walau sedihy Ambu.

    BalasHapus
  11. Penyesalan selalu ada di ahir. Kenapa tidak di awal ya agar tidak menyesal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bun, pelajaran buat seoorang suami juga istri

      Hapus
  12. Ambu bisa saja membuat sebuah konflik dlam cerita pendeknya. Mantap AMbu. Salam literasi

    BalasHapus
  13. Sedih... Seorang istri mau melahirkan tanpa suami. Terbayang kasihan Laras. Keren tulisannya

    BalasHapus
  14. Iya Bun. Semoga sampai pesan moralnya bagi pembaca semua..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik