Bagai Gelas yang Retak

“Tadi aku ajak ke
dokter gak mau. Besok pagi kita ke dokter yah,” kata Dewo suaminya, tangannya
tak henti memijat punggung, tangan dan kaki Laras. Ia pun tak bisa tidur
menunggui istrinya yang sakit.
***
“Sebaiknya, ibu
cek lab yah, ini suratnya. Silahkan bawa ke laboratorium di belakang sana yah.
Besok Ibu kembali lagi ke sini. Sementara saya kasih obat untuk diminum sampai
besok pagi yah,” kata dokter.
Lalu Dewo
mengantar Laras untuk cek lab. “Bu Laras, kalau menunggu hasilnya lama, tapi
terserah Ibu, mau ditunggu atau besok
pagi ke sini lagi,” kata petugas laboratorium.
Laras merasa
tidak sanggup lama-lama menunggu. Badanya tidak karuan rasa. Berada di luar
ruangan saja rasanya silau dari matahari, malah menambah sakitnya.
Inginnya cepat-cepat berbaring di kamarnya. Oleh karenanya ia meminta suaminya
agar membawanya pulang.
“Iya, Mas kami
kembali lagi besok saja,” ujar Dewo kepada petugas laboratorium.
“Ya Allah sakit apakah diriku?
Ampuni hamba ya Allah, bila sakit ini karena dosa dan kesalahan hamba. Segera ambil kembali penyakitku, hanya
Engkaulah yang Maha Menyembuhkan,” Laras
berdoa selepas salat yang ia kerjakan sambil duduk, karena tubuhnya lemas.
***
Keesokan paginya,
Dewo mengantar Laras kembali ke dokter. Sebelumnya, ia mengambil dulu surat hasil labnya. Lalu hasil lab itu dikonsultasikan ke dokter. Tiba-tiba Laras terkulai, pingsan,
ketika mendapat pemberitahuan dari dokter tentang penyakitnya. Dewo pun
terhenyak , namun ia berusaha tegar demi Laras. Setelah selesai konsultasi
dengan dokter, Dewo membawa Laras pulang. Nanti di rumah kan didiskusikan
langkah pengobatan selanjutnya.
Dari menit ke
menit, dari jam ke jam, begitu lama waktu yang Laras rasakan dalam derita
sakitnya. Namun air mata sudah kering. Kini ia berusaha tegar menerima takdir
dari yang Maha Kuasa. Ia menolak dibawa ke rumah sakit. Ia pertimbangkan
itu, begitu singkat sisa hidup yang akan
ia jalani karena kankernya. Biarlah ia
nikmati saat-saat terakhir hidupnya di rumah bersama orang-orang yang ia
cintai, suami dan ibu mertuanya. Hari
demi hari ia rasakan ada perkembangan yang lebih baik. Entah memang penyakitnya
berkurang atau karena kepasrahan dan keikhlasannya yang ia rasakan.
Namun di tengah
sakitnya ia memikirkan bagaimana nasib suami, yang begitu mencintainya, akan kehilangan dirinya ketika ia berpulang
nanti.
“Mas, boleh aku
katakan sesuatu?” Laras membuka percakapan malam itu. “ Tentu, katakanlah,
Sayang,” sahut Dewo sambil mengelus tangan istrinya. “ Umurku hanya tiga bulan
lagi, aku minta kau segera cari penggantiku. Aku ingin pergi dengan melihat kau
bahagia bukan dengan tangis dukamu. Aku akan tenang dan ikut bahagia bila kau
menikah lagi, Mas,” ujar Laras lirih.
“Apa? Kenapa kamu
bilang seperti itu? Kamu tidak percayakah
atas kekuasaan Allah? Belum tentu apa yang dikatakan dokter itu benar.
Manusia hanya bisa mengira-ngira namun Allah lah yang menentukan. Sudahlah
jangan pikirkan itu lagi. Aku hanya ingin kau sembuh kembali seperti dulu,
“ kata Dewo dengan penuh harapan optimis.
“Besok kita ke dokter lagi, yah. Apakah kau tidak merasa bahwa akhir-akhir ini
kau terlihat lebih segar dan baikan?” sambung Dewo. “Tidak, Mas. Aku gak mau ke
dokter lagi. Tolonglah. Biarlah kunikmati saat terakhirku tanpa campur tangan
dokter. Aku merasa baikan koq.”
Tanpa
sepengetahuan Dewo, Laras mengemukakan usulnya kepada ibu mertuanya. Ia bilang
mau mempertemukan Dewo dan Riana, temannya, untuk menggantikannya sebagai
istri.
“Betulkah apa
yang kamu katakan?’’ tanya bu Mina, mertuanya.”Kamu benar ihklas bila Dewo
menikah lagi? Kamu tidak akan menyesal?” sambung bu Mina.
“Ikhlas Bu, demi
kebahagiaan Mas Dewo. Aku tak ingin ia mengiringi kepergianku dengan duka, Bu,”
jawab Laras menegaskan.
‘Hmm.. baiklah.
Tapi ibu punya perempuan yang lebih pantas menjadi istri Dewo, karena Ibu
sangat mengenalnya. Ia pun sebenarnya ada hati sama Dewo. Tapi dulu Dewo sangat
mencintaimu,” kata sang mertua.
“Oh? Begituh?
Siapa dia ,Bu?” tanya Laras penasaran. “
Dia Rosa, anak sahabat Ibu. Pasti kamu cocok sama dia. Anaknya baik, modis dan
cantik sekali,” sambung bu Mina.
“ Bila menurut
ibu itu baik untuk Mas Dewo, aku setuju , Bu,” jawab Mira penuh ikhlas.
“Baik. Kamu diam
saja, biar ibu yang berusaha mendekatkannya sama Dewo,” kata sang mertua sangat
bersemangat.
“ Ya Allah,
semoga Mas dewo bahagia nanti bersama pilihan ibunya,” bisik hati Laras.
Singkat cerita, dua minggu kemudian dilaksanakn ijab qabul
pernikahan antara Dewo dan Rosa. Hanya resepsi biasa. Karena Dewo menolak untuk
resepsi besar-besaran. Untuk istri mudanya Dewo membelikan rumah, tidak besar
namun cukup megah. Sikap istri mudanya sangat baik. Selalu menjaga sikap bila
di depan Laras dan mertuanya.
Sebulan kemudian, laras memeriksakan diri ke dokter, karena ia merasa badannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Tinggal mual-mual saja yang sesekali ia rasakan. Alangkah kagetnya ketika dokter memberitahu bahwa surat hasil cek lab itu tertukar, dengan nama yang sama. Namun karena tidak ada nomor kontak jadi pihaknya sulit untuk memberi klarifikasi.
Hasilnya sangat berbeda. Laras bukan sakit kanker, tapi sedang
ngidam. Bagi beberapa orang, kasus ngidam dialami dengan sakit yang serius. Walaupun
kecewa dengan keteledoran itu, tetapi Dewo sangat senang terlebih Laras. Karena
ternyata ia baik-baik saja, dan malah kabar bahagia yang mereka terima bahwa
laras sedang mengandung 3 bulan!
Ibu mertua pun
merasa sangat bahagia karena tidak lama lagi akan menimang cucu. Hanya satu
orang yang merasa tidak senang dengan kabar tersebut, Rosa, madunya Laras. Dengan
segala cara Laras berhasil mempengaruhi dam mengambil hati ibu mertuanya.
Jadilah Laras selalu merasa disisihkan dan tersakiti karena fitnah-fitnah yang
dijalankan Rosa. Terlebih Rosa pun hamil, baru menginjak usia 1 bulan. Hal ini
sering ia jadikan senjata untuk merebut perhatian suaminya.
“Ya Allah,
kuterima cobaan ini, namun berikan kekuatan padaku Ya Allah. Bukakanlah hati
ibu mertuaku dan suamiku, ya Rohman.” Laras selalu mengadu dalam doa-doanya.
Upaya-upaya Rosa
untuk merebut hati suami dan mertuanya semakin nekad. Ia berhasil l memengaruhi
Dewo agar ia dan Laras bertukar rumah karena keinginan si jabang bayi. Dewo pun
meminta Laras untk pindah ke rumahnya Rosa.
“Tidak Mas, aku
istri pertama yang berhak tinggal di rumah ini,”kata Laras
“ Ayolah, Sayang,
hanya sementara, nanti kamu akan kubelikan sebuah rumah yang baru dan megah,
lebih besar dari rumah Rosa. Jadi sementara kamu tinggal dulu di rumah Rosa,”sambung
suaminya.
“Kalau kamu mau,
gak apa-apa kamu di sini saja. Aku gak keberatan koq satu rumah denganmu,”kata
Rosa. “ Tapi aku gak mau tinggal serumah dengan orang yang licik seperti kamu,”
jawab Laras.
“Eeh, koq kamu
ngomongnya kayak gituh? siapa yang licik? Enak saja, segitu baiknya mantu ibu
yang satu ini,” ujar bu Minah, sang mertua.
Laras sangat
tertekan dengan keadaan itu. Ia mengambil keputusan lebih baik menyudahi ikatan
pernikahannya, dan ia memilih pergi dari rumah itu. Di saat Dewo sedang menahan dengan sekuat tenaga agar Laras
tidak pergi, Rosa menjerit-jerit karena perutnya sakit. Akhirnya Dewo konsentrasi
memperhatikan Rosa. Laras pun pergi dari rumah dengan hanya membawa 1 koper
pakain.
Ketika Laras
sedang berjalan dengan terseok-seok karena hati yang hancur, tiba-tiba HP-nya
berdering.”Hallo, Laras.. kacian dech, akhirnya aku yang menang. Terbukti bukan?
Aku bisa merebut hati suami dan ibu
mertuaku,” Rosa mengungkapkan rasa senagnya .
“Kamu perempuan
yang licik. Sungguh aku gak menyangka di balik paras cantikmu tersimpan hati
iblis,” jawab Laras.
“ Suka-suka aku
dong. Laras.. Laras.. kamu memang bodoh. Terlalu naif. Kamu nggak nyangka kan
kalo aku yang menaruh obat tidur di minumanmu tempo hari. Supaya kamu terlelap
dan gak masak lagi buat mertuaku. Dan
aku mengirim makanan untuknya,” jawab Rosa panjang lebar. Ia tidak sadar dari
tadi omongannya didengar Dewo dari balik pintu kamar.
“Ya Allah, Rosa
kamu tuh jahat banget yah, bagaimana kalau bayi yang kukandung ini kegururan
karena ulahmu?” kata Laras dengan geramnya.
“Baguslah kalau
sampai bayimu tidak selamat, semakin senang aku. Artinya pewaris tunggal jatuh
kepada anakku nanti,” jawab Rosa.
Mendengar itu
Dewo tidak bisa menahan emosinya , dan pertengkaran pun terjadi. Rosa mengejar
Dewo yang bermaksud mencari Laras. Namun sialnya, di tangga itu ia terpeleset dan berguling ke bawah. Untungnya hanya tinggal 4 anak
tangga terakhir. Namun, Rosa merasakan sakit yang teramat diperutnya. Dewo
segera melarikanya ke rumah sakit. Akhirnya, dokter menyatakan Rosa keguguran.
Dewo sangat terpukul dengan keadaan itu, terlebih ibu mertua yang sangat sayang
padanya.
“Nah inilah
balasan atas kejahatanmu sama Laras. Bertaubatlah kamu, Rosa,” kata Dewo, sambil
pergi meninggalkan Rosa. Ibu mertuanya belum mengerti apa yang terjadi, ia
dengan sabar menunggui samapai Rosa kembali pulih.
Singkat cerita, tiga bulan berlalu, setelah menceraikan Rosa, Dewo berhasil
menemukan Laras secara tidak sengaja, ketika Laras ke luar dari mall. Ia
berbelanja untuk keperluan persalinannya. Dewo sangat bahagia , dan segera , menghampiri
Laras. “Laras, ayo pulanglah, aku sudah berbulan-bulan mencarimu ke mana-mana.
Sekarang aku mohon, pulanglah,” Dewo memohon kepada Laras.
“Tidak,Mas. Sudah
cukup. Jangan ganggu aku. Aku sudah tenang menjalani hidupku sekarang. Ada orang baik yang mau menampungku dan memberi
pekerjaan padaku,” jawab Laras sambil berlalu, dan segera naik ke taksi online.
Dewo menyesali
dirinya yang bodoh, ia sudah menyakiti
perempuan yang ia cintai. Sekarang ia semakin hawatir terhadap Laras yang
sedang hamil tua dan menunggu saat-saat persalinannya. Ia hawatir juga terhadap
bayi yang dikandung Laras. Semakin dipirkan semakin besar rasa penyesalannya. Kini
ia pasrah dalam doa-doanya, meminta Allah
melindungi istri tercinta dan buah hatinya. Ia memohon jalan agar Laras
bersedia kembali padanya. Ia pun terus mencari di mana keberadaan Laras.
Persalinan Laras
pun berjalan dengan lancar, di sebuah desa, dimana ia bisa menempati rumah
warisan dari orang tuanya. Ia sangat bersikeras tidak ingin kembali kepada
Dewo. Ia tak mau sakit hati yang kedua kalinya. Di sana ia hidup tenang bersama
saudara misannya , anak pamannya. Kebetulan iparnya adalah seorang perempuan
yang baik hati.
Selesai..
Ambu, apakah aku akan sekuat laras jika harus memilih pergi...
BalasHapusKan ada 2 pilhan, kembali kpd nya dg hati yg sudah retak? Atau pergi?
HapusAlhamdulillah...seneng bacanya ambu. Semoga akan hadir buku baru lagi. Semangatnya luar biasa
BalasHapusMakasih Bu Hanifah, ats apresiasinya
HapusKesel banget sama dokternya kok bisa-bisanya teledor, duuuuh...
BalasHapusWaduh, jd mikir apakh ini ada kemungkinan twrjadi? Takutnya dianggap pelecehan profesi🙈
BalasHapuskemungkinan akan selalu saja ada ambu dan ini tidak termasuk pelecehan profesi, kan ambu menulis fiksi.
HapusSeandainya ROSA tidak jatuh dari tangga pasti ceritanya lebih seru lagi,..
BalasHapusIya dan ceritanya akan lebih panjang..
HapusHuuf laras begitu tegar.. Berharap msih bisa kmbli walau hati tlah retak..demi si buah hati.
BalasHapusSeiring waktu, bisa jadi..
BalasHapusLaras terlalu cepat mengambil keputusan,tanpa berusaha pemeriksaan lebih lanjut.Harus hati- hati dalam mengambil keputusan, apalagi yang menyangkut poligami,hehehe baper nih jadinya.
BalasHapusBetul bu, pelajaran untuk kita..
HapusLaras yg luar biasa tapi saya tdk mau seperti laras
BalasHapusAmbu juga gak mau😁
HapusKeren Ambu...
BalasHapusLaras sungguh luar biasa...
Hanya ada dlm cerita kayaknya, hehehe...
HapusLaras, laras, ...
BalasHapus😑😑
BalasHapusDewo dan Laras. Semoga ....
BalasHapusAamiin..
HapusCeritanya menarik walau sedihy Ambu.
BalasHapusUya sedih yah☹
HapusPenyesalan selalu ada di ahir. Kenapa tidak di awal ya agar tidak menyesal.
BalasHapusIya Bun, pelajaran buat seoorang suami juga istri
HapusAmbu bisa saja membuat sebuah konflik dlam cerita pendeknya. Mantap AMbu. Salam literasi
BalasHapusMakasih Pak. Salam litersi..
HapusAsyik bacanya Ambu. Terbawa emosi.
BalasHapusMakasih Bu..
HapusSedih... Seorang istri mau melahirkan tanpa suami. Terbayang kasihan Laras. Keren tulisannya
BalasHapusIya Bun. Semoga sampai pesan moralnya bagi pembaca semua..
BalasHapusbacaan meanrik
BalasHapus