Cinta Laras
“Selamat pagi, Bu. Ibu mau minum apa pagi ini?” Laras menyapa seorang gadis,
staf di kantor itu.
Alih-alih menjawab sapaan Laras, karena terpukau gadis itu malah
memperhatikan Laras dari ujung rambut sampai ujung kakinya. “Hem, so pretty gadis ini. Kulitnya putih,
natural. Make-up-nya simpel, tapi amazing. Sayang banget hanya menjadi seorang pelayan,” bisiknya dalam hati.
Dipandangi seperti itu, Laras merasa tidak enak. “Maaf, Bu. Kalau misalkan
kata-kata saya salah,” kata Laras sambil menunduk.
“Oh, tidak. Kamu tidak salah koq. Kamu anak baru, ya? Aku hanya kaget aja karena belum pernah melihat kamu di
sini,” kata Sinta, sang staf.
“Maaf,Bu. Saya Laras, pelayan baru. Mohon arahan Ibu bila saya salah,” kata
Laras merendah.
“Jangan panggil aku Ibu. Emang aku terlihat tua, gituh? Panggil saja aku,
mbak. O.k? Well, buatkan saya capucino!”
sambungnya.
“Baik, Mbak,”sahut Laras sambil
bergegas ke dapur.
Tiba-tiba ada suara memanggilnya, “Hey,
hey! Jangan pergi dulu. Sekalian dong, bikinin aku kopi hitam, gulanya
satu sendok teh aja, ya,” pinta seorang staf bernama Dion.
Setelah mengiyakan permintaan Dion, Laras segera ke dapur. Tak lama
kemudian ia membawa nampan dengan dua cangkir kopi. Pandangan Dion tak lepas
dari paras Laras yang memang cantik, sampai Laras menghilang dari ruangan itu.
“Cie,cie...! memang cantik tuh anak. Kamu pasti tertarik dech,” kata Sinta
kepada Dion.
“Kamu bener, ia cantik dan
anggun. Kasihan nasibnya kurang beruntung,” sahut Dion.
“Hey! You feel sympathy sama dia?
Wah, jangan-jangan nanti kamu akan jatuh hati,” kata Sinta menggoda Dion.
“Aku inget adikk aku, seumuran dia kayaknya. Ya, simpati aja sama
nasibnya,” sahut Dion.
“ Well, gak apa-apa juga kalau misalnya nanti kamu interest ama dia. Kan kamu belum punya pacar.” Sinta terus menggoda
Dion.
“Hus! Ngomong apa kamu,ah,” pungkas Dion sambil tersenyum malu-malu.
Sebulan pun berlalu. Laras merasa lega karena ia bisa mengirim uang
untuk membantu ibunya di kampung. Sejak ayahnya meninggal dua tahun yang
Lalu, ibunya berjuang sendiri membiayai sekolah Laras sampai tamat SMA di
kampungnya. Ia hanyalah seorang buruh tani di lahan pertanian milik juragannya.
Laras ingin membalas jerih payah ibunya, agar ibunya tidak usah bekerja terlalu
keras. Ternyata ia merasa sangat bahagia bisa mengirim uang kepada ibu
tercintanya. Cukuplah untuk bekal ibunya satu bulan, pikirnya.
Semakin hari semakin terkenal kecantikan pelayan baru itu. Banyak laki-laki
iseng menggodanya. Namun Laras tetap santun menyikapi keisengan teman-teman
maupun staf-staf di kantor itu. Tidak sedikit juga perempuan yang iri kepadanya.
Namun dengan sikap Laras yang santun dan selalu menjaga salatnya, lama-lama
mereka pun mundur teratur.
Kabar tentang pelayan cantik itu pun sampai juga ke telinga Dewo, sang
sekretaris manajer perusahan itu. Laki-laki bujangan yang usianya sudah lewat
dari tiga puluh tahun itu pun mersa simpati kepada Laras, setelah beberapa kali
ia bertemu dengan Laras. Biasanya ia tidak memperhatikan pelayan yang
selalu mengantar minuman ke ruangannya. Ia tidak ambil pusing karena semua
sudah diatur oleh protokol. Namun rasa penasaran akan kabar itu, suatu saat ia
sengaja datang lebih pagi agar bisa mengenali pelayan tersebut.
Ternyata kabar itu tidak salah. Laras, pelayan itu, memang cantik dan bersahaja. Di balik jilbabnya ia terlihat cantik dan anggun. Dan selalu menundukkan kepala ketika Dewo berbicara kepadanya. Timbullah rasa simpatinya kepada gadis itu.
"Sayang sekali gadis secantik ini harus menjadi pelayan. Pastinya banyak yang mengisenginya hanya karena dianggap rendah," bisik hati Dewo. Setelah mengamati kinerja Laras yang baik, Dewo memutuskan menyampaikan tugas baru untuk Laras.
“Kamu, Laras, kan?” Dewo membuka pembicaraan pada beberapa pagi kemudian.
“Betul, Pak,” kata Laras mengangguk, ia tidak berani menatap sang
sekretaris.
“Kamu lulusan sekolah apa?” tanya Dewo kemudian.
“SMA, Pak,” jawab Laras.
“Mulai besok, kamu jangan jadi pelayan lagi. Kamu kerja di ruangan sebelah,
untuk bagian foto copy surat-surat. Nanti saya minta Dion, mengajari kamu
bagaimana cara meng-copy. Kamu bersedia?” tanya Dewo.
“Mendengar itu, ada rasa senang dan syukur di hati Laras. Ia pun
menjawab,” Baik, Pak. Terima kasih atas kepercayaan Bapak kepada saya. Saya
siap.”
“Baik. Besok kamu jangan lagi memakai seragam OB. Pakailah baju yang layak
untuk bekerja di kantor. Hari ini kamu selesaikan sampai habis jam kerja. Besok
kamu bekerja mulai jam delapan pagi, gak usah datang dari jam enam lagi.” Dewo
menjelaskan panjang lebar tentang pekerjaan Laras yang baru besok hari.
“Baik, Pak. Terima kasih. Saya akan bekerja sebaik mungkin,” kata laras. Kemudian
ia pamit untuk meneruskan pekerjaan di hari terakhirnya sebagai bagian dari OB.
Dewo tidak bisa memungkiri kata hatinya. Ada perasaan aneh yang ia rasakan
ketika bertemu Laras. Padahal sudah banyak gadis cantik yang tergila-gila
kepadanya. Ia selalu menutup hatinya setelah kepergian kekasih yang
menghianatinya. Kini ia merasa aneh
dengan perasaannya.
“Ah, ini hanya rasa simpati saja
kepadanya. Sayang wanita cantik dan solehah seperti dia harus menjadi
pelayan,” bisik hatinya.
Hari berganti hari, Laras sangat menikmati pekerjaan barunya. Ia senantiasa
mensykurinya, sehingga sesibuk apa pun pekerjaan yang ia dapatkan, ia nikmati
dan melaksanakannya dengan senang hati. Rekan-rekan di ruangan itu pun
baik-baik. Karena Dewo sangat selektif merekrut staf yang bekerja di bawah
komandonya.
Seiring dengan waktu pun, diam-diam
Dewo merasakan semakin kuat rasa sukanya kepada Laras. Betapa tidak, ia gadis yang
cantik, anggun, santun dan cekatan bekerja. Namun, bukan hanya itu. Ada sebab
lain yang ia pun tidak memahaminya. Ia berusah keras menampik perasaannya,
tetapi ternyata, semakin diabaikan semakin mengganggu pikirannya.
“Ah, kenapa aku merasa tertarik sama
dia?” pikirnya. Namun, setiap waktu ia selalu ada dalam pikirannya. “Ya,
Tuhan. Kenapa aku tertarik padanya? Kenapa tidak kepada gadis yang selama ini
menjadi pilihan ibuku?” Dewo gelisah. Tentu saja ia gelisah, karena seandainya
ia melamar gadis itu, takutnya ibunya menolaknya.
(Bersambung)
whoaaa, ditunggu lanjutannya bu...
BalasHapusInsya Allah Neng...
Hapusseru ceritanya Ambu
BalasHapusMakasih Bu Rahma..
HapusDitunggu kelanjutannya, Ambu. Semangat semangat
BalasHapusInsya Allah, Mas. Semoga bisa, hehe..
HapusSeru Ambu ceritanya...
BalasHapusMakasih Bu
HapusRezeki Laras.
BalasHapusLanjutkan, siapa tahu bisa jadi Ibu Dion.
betul gak Ambu?
Hehehe... jawabannya ada di cerpen pertama ttg Laras , Mas Indra..
BalasHapusBagaimana kelanjutannya ya? Kepada siapa cinta Dewo diberikan.
BalasHapusTapi sudah terjawab di cerpen pertama hehe
HapusMakin kereen sj nih Ambu..
BalasHapusMakin kereen sj nih Ambu..
BalasHapusAamiiin.. makasih..
HapusCerita yg keren, emang Ambu idola sy,sukses bun
BalasHapusMakasih Pak..
HapusIkuti kata hatimu Dewo...
BalasHapusSetuju..
HapusAmbu mah juaranya, sudah nggak sabar menunggu kelanjutan kisahnya Laras..
BalasHapusAh Pak Irun. Ambu masih belajar dan belajar..
BalasHapusIONQQ**COM
BalasHapusagen terbesar dan terpercaya di indonesia
segera daftar dan bergabung bersama kami.
Whatshapp : +85515373217 :-* (f)