Suara Hati Laras
Walaupun matanya menatap Televisi, tetapi pikiran Dewo terbawa ingatan ke masa silam. Masih terngiang di telinganya ucapan istri mudanya, Rosa, yang begitu memancing amarahnya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Rosa begitu jahatnya kepada Laras, istri tuanya. Bila Dewo tidak mendengar langsung percakapan telepon Rosa kepada Laras, mungkin ia tidak akan percaya bahwa Rosa benar-benar berhati busuk.
Setelah Rosa pulih pasca keguguran karena terjatuh dari
tangga ketika mengejar Dewo, terjadilah pertengkaran hebat antara mereka.
Akhirnya Dewo mengambil keputusan menceraikan Rosa. Dewo tidak bisa memaafkan
kesalahan yang diperbuat Rosa sehingga Laras
pergi dari rumah dalam keadaan hamil tua. Adapun bu Minah, ibunya Dewo,
merasa syok telah kehilangan calon cucunya dari dua menantunya itu. Akhirnya ia
terkena serangan jantung dan meninggal. Setelah semua kejadian itu Dewo
belum menikah lagi karena ia merasa amat bersalah kepada Laras. Ia terus
mencarinya.
“Laras di manakah kau kini? Bagaimana anak kita? masih
hidupkan ia?” gumam Dewo dalam lamunannya. “Ya, Allah. Lindungilah istriku.
Pertemukanlah kami segera.”
Sementara Rosa, pada awalnya ia tidak mau dicerai. Ia
mengancam akan balas dendam terhadap Dewo dan Laras. Namun ketika diberi
kompensasi berupa sebuah rumah mewah dan mobil, juga sejumlah besar uang maka
ia pun tidak ambil pusing lagi tentang Dewo. Bahkan, ia sudah menikah lagi
dengan seorang pengusaha muda.
***
“Bu, Ibu!” seru Ihsan dari luar. Air mukanya
menggambarkan kesedihan.
“Kenapa Ihsan?” sahut Laras heran melihat anaknya murung.
“Ibu, temen-temen
Ihsan jahat, meledek Ihsan aja.” Ihsan tak tahan lagi membendung tangis yang
dari tadi ditahannya.
“Ya, Allah, Anakku. Apa yang dikatakan teman-temanmu,
Nak?” tanya Laras sambil meraih Ihsan ke pelukannya. Ia pun menyeka air mata
Ihsan.
“Doni bilang Ihsan
gak punya bapa, si Ihsan gak punya bapa. Gitu, Bu,” Ihsan menjelaskan dalam isak
tangisnya.
Mendengar hal itu Laras mendekap erat anaknya . Ia pun
berusaha menahan kesedihan. Ada rasa perih di hatinya ketika ia ingat ayahnya
Ihsan. Sejenak ia bingung, apa yang mesti dikatakan kepada Ihsan tentang
ayahnya. Namun akhirnya ia berkata,” Nak, kamu punya bapak koq. Nanti kalau
kamu sudah besar kita akan bertemu bapakmu, ya. Sudah sekarang jangan nangis
lagi, ya, Nak,” kata Laras membujuk anaknya itu.
“Benarkah, Bu. Ihsan punya bapak?” Ada sinar bahagia di
mata Ihsan. “Ibu gak bohong kan?” tanyanya ingin memastikan. “Tidak, Nak. Ibu
tidak bohong,” timpal Laras.
Seketika Ihsan pun ceria kembali. “ Horee, Ihsan akan
ketemu Bapak. Sekarang Ihsan udah besar kan, Bu. Jadi Boleh ketemu Bapak?”
Ihsan merajuk.
“Ihsan masih kecil, Nak. Belum sekolah. Nanti kalau sudah
sekolah, ibu janji akan mempertemukan Ihsan sama Bapak yah,” kata Laras.
Laras telah berhasil merayu hatinya agar bersikap terbuka
tentang ayahnya Ihsan. Bagaimanapun Ihsan berhak untuk mendapatkan kehidupan
yang layak kelak. Ia tak mau anaknya menjadi orang susah sepertinya kini.
Namun, ia belum bisa memberikan Ihsan kepada Dewo sekarang-sekarang ini. Nanti
ketika Ihsan sudah memiliki pemikiran yang bisa memahami tentang hubungan kedua
orang tuanya, baru Laras akan mempertemukannya dengan ayahnya, Dewo.
Selama ini Laras menutup hati untuk pria lain. Cintanya
hanya satu, namun kini sudah tak ada lagi di hatinya. Luka hati yang ia alami
telah memusnahkan rasa cintanya. Padahal bukan satu dua laki-laki yang ingin
meminangnya untuk dijadikan istrinya. Entahlah, kesetiaan macam apa yang ia
pertahankan. Yang jelas ia tidak berniat lagi kembali kepada Dewo, karena ia
mengira rumah tangga Dewo dan Rosa berlanjut. Tetapi ia berjaji mempertemukan
Ihsan dan ayahnya, walaupun ia harus menanggung resiko akan kehilangan Ihsan.
Pengorbanan seorang ibulah alasannya. Ia akan lakukan apa pun yang terbaik
untuk Ihsan, bukan untuk dirinya sendiri.
Tiga tahun berlalu, kini Ihsan sudah duduk di kelas tiga
SD. Kejadian yang hampir sama terulang lagi. Ia mendapat PR agar membuat pohon
keluarga, yang terdiri dari kakek, nenek, ayah, ibu dan saudara. Ihsan bingung,
karena ia tidak mengenal semuanya, yang ia tahu hanya satu, ibunya. Hal itu
semakin menyadarkan Laras bahwa Ihsan berhak untuk mengetahui tentang
keluarganya, terutama ayahnya.
“Ibu, katanya Ibu janji mau bawa Ihsan ketemu sama Bapak.
Ihsan kangen, mau tahu Bapak Ihsan itu bagaimana. Ayo, dong, Bu,” Ihsan memohon
dengan sangat.
“Ihsan, bila nanti ketemu sama Bapak, apakah Ihsan
memilih tinggal bersama Bapak?” tanya Laras.
“Ya, sama Bapak sama Ibu. Kita berkumpul kayak temen-
temen, sama bapak ibunya,” kata Ihsan.
“Maaf, Nak. Kamu harus paham. Kita tidak bisa seperti
itu, Ihsan harus memilih Bapak atau Ibu,” tandas Laras. Rasa sakit itu datang
lagi di hatinya.
“Kenapa begitu,Bu?” tanya Ihsan heran.
“Kamu akan memahaminya kalau kamu sudah besar,” jawab
Laras.
“Tapi,Bu, Ihsan
pengen segera ketemu Bapak,” kata Ihsan sedih.
Laras tak tega lagi melihat anaknya menanggung kesedihan
karena keputusan yang ia ambil. Maka ketika liburan sekolah, ia dan Ihsan
berangkat ke Jakarta. Bulat sudah tekad Laras akan mempertemukan anak dan
ayahnya.
***
Sedih, anak biasanya jadi korban karena belum paham situasi yang sebenarnya.
BalasHapusBetul Bu. Pengorbananseorang ibu demi kebahagiaan anaknya.
HapusHuuf anaklah yang paling berat menanggung semuanya.. Semoga ayah dan ibu ihsan bsa kmbli bersatu.. Demi ihsan larad hrus membuka hati untuk dewo.. Dan menafkn.
BalasHapusMakasih kunjungan dan komentarnya..
HapusSedih ketika seorang anak tumbuh tanpa kedua orang tuanya. Biar bagaimana pun, seorang anak berhak tau siapa orang tua mereka. Bagus ceritanya, Bu.
BalasHapusMakasih kunjungannya Bu..
HapusHmm...semoga bisa segera bertemu bapak ya Ihsan
BalasHapusCeritanya mengingatkan pada sebuah kisah Ambu
Betul Bu. Verita begini sudah banyak terjadi baik di dunia nyata ataupun di film hehe..
HapusCerita menyedihkan semoga endingnya bahagia
BalasHapusMakasih atas kunjungannya Pak Har..
Hapussepertinya dengan kehadiran Ihsan, Laras dan Dewo akan bersatu kembali.. atas dasar anak mereka akan kembali bersata...
BalasHapussetuju ?
Setuju yah...😄
HapusTernyata beristri lebih dari satu permasalahannya banyak. Untung istri saya sedikitpun tidak memberi sinyal.
BalasHapusHahaha... ada hikmahnya yah, beristri lebih dari 1belum tentu bahagia..
BalasHapusMeskipun ceritanya ini mirip sinetron, tetapi bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ini tentu dasarnya dari suami yang kurang ilmu. Menikah lagi atau poligami tanpa mempunyai ilmu yang dalam, terutama ilmu agama.
BalasHapusSeharusnya, memilih istri kedua itu dari kalangan baik-baik juga, yang memang siap lahir batin untuk menjadi yang kedua. Selain itu, istri pertama juga perlu dipersiapkan dengan sangat matang. Lebih bagus kalau poligami itu datangnya bukan dari suami, melainkan dari istri pertama. Nah, istri pertama yang mencarikan madunya. Itu Insya Allah jauh lebih baik, karena yang siap duluan justru istri pertamanya.
Kalau poligami hanya modal nekat dan tanpa persiapan yang matang, maka akibatnya bisa terjadi pada cerita di atas.