JANGANLAH KORUPSI WAKTU, BAPAK IBU GURU


 Kesalahan yang umum dilakukan oleh kita sebagai pegawai adalah korupsi waktu. Korupsi bukan hanya tentang uang ternyata, walapun dalam KBBI korupsi diartikan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.


Bila menilik pengertian di atas, bisa jadi korupsi waktu adalah penyalahgunaan waktu jam kerja untuk kepentingan pribadi. Jadi, korupsi waktu itu dilakukan oleh seorang pekerja. Bila bukan pekerja, waktu seutuhnya menjadi miliknya, yang bisa dipergunakan dan dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Bukankah begitu?

Namun, walaupun bukan pekerja, sebagai manusia yang bijak harus pandai-pandai mengelola waktu, karena setiap orang mempunyai tugas dan cita-cita dalam kehidupan. Agar semuanya tercapai maka berdisiplin waktu sangatlah penting.

Korupsi Waktu di Sekolah dan Penyebabnya

Seperti halnya korupsi uang, tentu ada faktor-faktor pencetus terjadinya korupsi waktu, diantaranya adalah:
1. Adanya peluang
2. Etos kerja kurang
3. Sanksi yang lemah
4. Tidak ada Tunjangan Kinerja

Di lingkungan kerja sekolah sangat sedikit peluang untuk korupsi uang. Bahkan bagi pendidik sangat tidak memungkinkan untuk berkorupsi. Peluang yang ada hanya bagi bendahara dan kepala sekolah yang tidak jujur, terkait pengelolaan uang negara yang berupa Dana BOS. Itupun sempit karena ketatnya pengawasan. 

Yang paling mungkin dan sering terjadi adalah korupsi waktu. Peluang untuk itu terbuka lebar. Seorang guru tidak seperti pekerja lain yang diam di satu tempat ketika bekerja. Ia memang harus berada di kelas untuk mengajar, tetapi ada kelonggaran baginya untuk pergi ke kantor, ke kantin bahkan ke luar sekolah, tanpa sepengetahuan kepala sekolah.

Tidak sedikit pula guru yang terlambat datang pada jam pertama, dengan alasan masing-masing. Ada yang karena jarak yang jauh dari tempat tinggal, ada yang karena anaknya rewel, anak sakit, ada tamu, mengantar anak sekolah, dan sebagainya, lama-lama menjadi kebiasaan.

Fenomena itu terjadi karena kurangnya etos kerja, sehingga berkurangnya kesadaran akan tanggungjawab terhadap tugas dan kewajiban sebagai pendidik.

 Bagi guru yang demikian, tidak adakah rasa hawatir terhadap anak murid yang menunggu kehadirannya di kelas? Tidak adakah rasa malu terhadap rekan sesama guru yang sudah ada di kelas? Tidak malukah terhadap kepala sekolah yang bisa jadi mengisi kekosongan di kelasnya?

Dalam hal ini, Kepala Sekolah selaku manajer pembelajaran berkewajiban menegur atau bahkan memberikan punishment. Bagi guru yang sadar diri satu kali diingatkan olek kepala sekolah, tidak mengulang, tapi ada saja guru yang tidak tahu malu. Sungguh sangat kurang etos kerjanya. 

Ditambah lagi, sanksi terstruktur dari Dinas sangat lemah. Berbeda dengan sekolah swasta, sanksi diterapkan dengan efektif berupa pengurangan penghasilan per jam absen. Di sekolah negeri hal itu sulit untuk diaplikasikan, kecuali di daerah yang memberikan Tunjangan Kinerja.

Di daerah yang memberikan Tunjangan Kinerja, sanksi sangat efektif ditegakkan. Keterlambatan atau absen diakumulasi untuk diperhitungkan dengan pengurangan tunjangan kinerjanya. Mana ada orang yang mau kehilangan uangnya karena sengaja korupsi waktu. 

Akibat Korupsi Waktu

Di lingkungan sekolah, akan mengganggu kondusivitas waktu pembelajaran bila ada satu atau beberapa kelas kosong, hanya ada tugas yang disampaikan piket. Kebisingan dari kelas kosong sangat mengganggu kelas-kelas tetangganya. Anak-anak lalu lalang ke luar masuk kelas seenaknya, pastinya akan menganggu konsentrasi teman-temannya yang belajar di kelas lain. Parahnya, tidak jarang terjadi perkelahian di kelas, bullying, pemalakan dan sebagainya. 

Kita sebagai pendidik tentu harus merasa bersalah atas kondisi negatif yang tercipta karena kealpaan kita di kelas. Bagaimana bila hal yang tidak diinginkan terjadi di kelas kita, sementara kita sedang berada di tempat lain untuk urusan pribadi? Pastinya akan menjadi masalah terhadap kita bila sampai dipertanyakan oleh orang tua, atau bahkan aparat hukum karena kasus yang sampai ke ranah hukum.

Selain kemungkinan di atas, sebagai umat beragama, kita harus sadar bahwa akan ada konsekuensi atau akibat dari korupsi waktu. Sebagai gambaran bila untuk 24 jam mengajar kita digaji RP 4.000.000,00, maka berapa ratus ribu rupiah uang haram yang kita terima karena tidak ditebus dengan kerja dan keringat kita? Ujung-ujungnya sama dengan korupsi uang negara, bukan? Yang pastinya kelak akan bertemu dengan hisab yang akan memberatkan amal buruk kita. Naudzubillah.

Teman-teman, marilah kita tingkatkan kesadaran akan disiplin waktu. Semoga di kelas kita, di sekolah kita dijauhkan dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Insya Allah, akan tetap kondusif bila kita ada di kelas sesuai jadwalnya. Terima kasih, salam literasi.
 

Komentar

  1. Hal rngan jadi kebiasaan... . Sering datang terlamvat sering pulang duluan sebelum jam pulang. terimakasih Ambu telah mengingatkan.. semoga kita tidak tergolong orang yang suka korupsi waktu..

    BalasHapus
  2. memang harus dimualai dari diri kita untuk mengatur waktu dengan baik, bujaksana dan seimbang

    BalasHapus
  3. Keren...berbagi cerita. Betul sekali ,Bun...korupsi waktu Krn ada peluang dan ada niat dlm hati

    BalasHapus
  4. Asyik sekali membacanya..
    Terimakasih..

    BalasHapus
  5. Hal-hal kecil menjadi kebiasaan akan menjadi karakter jika tidak segera diubah. Fenomena yang sangat nyata Ambu di lingkungan sekolah.

    BalasHapus
  6. Membacanya serasa saya sedang introspeksi diri. Terimakasih Ambu telah mengingatkan.

    BalasHapus
  7. Keren Ambu atas observasi kepada para guru. Sangat bermanfaat untuk kami semua tidak hanya para guru. Kita yang bekerja di pemerintahan mesti menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INDAHNYA NAN MERAYU

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik

Akrostik: Merdeka Bangsaku