CATATAN PERJALANAN KEPALA SEKOLAH DAERAH TERPENCIL (bagian 13)
Sudah menginjak bulan ketujuh sejak aku ditugaskan di sekolah
dacil ini. Pahit manis, asam garam sudah aku rasai. Walaupun konflik kecil
diantara guru kadang terjadi, tetapi semua bisa diatasi dengan sikap netralku
kepada semua pihak. Namun terlepas dari semua itu aku sangat menikmati atmosfer
kerja di sana.
Kekeluargaan terbangun dengan baik. Kerjasama pun terjalin
harmonis. Tidak hanya internal sekolah tetapi juga dengan pihak-pihak lain,
seperti SD tetangga, Pemerintah Desa, dan komite sekolah. Saling berkunjung
antara kami, kepala sekolah SD dan SMP, kami pupuk.
Kebetulan kepala SD juga seorang ibu. Sehingga kami
sering saling curhat, dari masalah sekolah sampai ke masalah pribadi. Biasa
ibu-ibu tak bisa lepas dari rumpi-ria. Yang penting bukan bergunjing, hehehe.
Ia bertempat tinggal jauh juga, sekitar 2 KM lebih dekat dari pada tempat
tinggalku. Hal ini menambah kekuatan dan motivasi bagiku. Ia yang sudah lebih
tua pun masih memiliki semangat yang tinggi, kenapa aku tidak. Namun saat
tulisan ini dibuat, beliau belum lama telah dipanggil Tuhan. Semoga almarhumah
diterima di sisi Allah SWT.
Memang kuasa Tuhan di atas segalanya. Manusia hanya
berencana dan berupaya. Takdir Dia yang menentukan. Malang tak dapat ditolak.
Seperti suatu pagi di bulan Pebruari 2017. Suamiku sangat cemas melihat mukaku
pucat dan meringis menahan sakit.
“ Ibu, kenapa?” tanya suamiku. “Gak tahu pak, koq ini
sakit banget,” jawabku sambil memegang perut kanan sebelah atas.
“ Minum obat mag-nya, kambuh lagi kali,” saran suamiku.
“ Sudah Pak, tapi ini malah semakin sakit,” kataku.
Memang aku meraskan sakit luar biasa, tidak seperti sakitnya bila sakit mag
kambuh.
“ Kita ke dokter yah,” usul suamiku. Aku hanya
mengangguk.
Selama perjalanan menuju klinik yang berjarak 36 KM, aku
semakin kesakitan. Ada lobang kecil di jalan saja terasanya begitu sakit ke
perutku. “Ya Allah, apakah ini usus buntu?” bisik hatiku.
Sesampainya di klinik, aku langsung dibawa ke UGD. Dokter
memeriksa dengan seksama. Akhirnya ia memberi surat rujukan ke rumah sakit. Ia
menyampaikan dua kemungkinan yang mebuat aku takut, bahwa aku terkena radang
usus buntu atau radang indung telur. Lalu kami pun segera ke RSUD.
Sesampainya di UGD aku diperiksa intensif. Uji lab, USG,
rontgen dan EKG . Hasilnya baru bisa diketahui 3 jam kemudian. Selama menunggu,
rasa sakit mulai berangsur pulih karena sudah diberi obat lewat infus. Hanya
obat pereda nyeri.
Alhamdulillah hasilnya melegakan, dua kemungkinan itu
tidak terdeteksi. Dokter mendiagnosa ada radang di saluran kemih. Dua jam
kemudia aku menempati kamar rawat inap. Setiap pagi dokter spesialis
memeriksaku dan menanyakan kondisiku. Yang masih aku rasa tetap sama, sakit di
perut sebelah kanan atas. Di hari ke-4, aku masih merasakan sakit namun tidak
begitu. Karena pengaruh obat juga, mungkin. Tidak ada kejelasan apa
penyakitnya. Dokter bertanya apakah sakit bila buang air kecil? Aku jawab tidak
sama sekali. Dari awal aku tidak ada masalah dengan buang air kecil, begitu
juga dengan buang air besar.
“ Pagi, Bu, bagaimana yang Ibu rasakan hari ini?” dokter
penyakit dalam yang ramah itu menyapaku di hari ke -5.
“ Alhamdulillah, Dok. Sekarang saya sudah bisa duduk,”
sahutku.
“Dari hasil lab itu ibu baik-baik saja. Hanya ada radang
di dinding ususnya. Insya Allah besok juga sudah membaik ya , Bu” kata dokter
menjelaskan.
“ Makasih, Dok, jadi tidak ada penyakit serius ya, Dok?” tanyaku.
“ Tidak ada, Bu,” dalam dua hari ke depan insya Allah Ibu
sudah bisa pulang,” jawab sang dokter.
Pada hari ketujuh aku pun bisa pulang, walaupun bila
jalan masih terasa nyutnyut di perut. Kesesokan harinya ketika bangun untuk
shalat subuh, aku meraskan sakit perutku kembali . Duduk saja sakit sekali.
Suamiku menyarankan aku tayamum saja dan shalat sambil berbaring. Tentu kami
bingung dengan keadaan seperti itu. Rasa sakit berangsur hilang bila minum obat
pereda nyeri. Begitu dan begitu sampai tiga hari dan obat habis.
(Bersambung)
Semangat Ambu... Sehat selalu...💪
BalasHapusMakasih Bu.. aamiin...
HapusSemakin keren ceritanya ibu, semangat terus ibu, saya juga pernah di tempatkan di daerah pegunungan.
BalasHapusSangat membekas suka dukanya yah..
HapusSemoga sehat selalu. Ceritanya sdh ada ya Ambu. Tinggal tuang. Saya masih mikir he he
BalasHapusAamiin makasih Bu, yuk kita semangat...
HapusAmbu ternyata gurdacil, saya salut sekali. Semoga selalu dilimpahi keberkahan setiap usahanya, diberikan kesehatan dan kebahagian, seeta kelancaran rezeki.
BalasHapusAamiiin ya Allah, makasih Pak Heri atas doanya.. doa yg sama untuk Bapak..
HapusBikin penasaran ceritanya bun.
BalasHapusKenapa gerangan penyakitnya? Liku2 jdi gudacil ya. Jdi ingat kakakku yg dl jdi gudacil jg.
Makasih sudah mampir, besok jawabannya yah, hehehe...
HapusPasti kakaknya mengalami suka duka yg sll dikenang...
Sehat selalu Ambu...
BalasHapusTerima kasih Pak Nas, doa yang sama untuk Bapak...
Hapus