Tak Disangka-Sangka
“Maaf,Bu. Kami
akan kembalikan uang THR yang Ibu titipkan untuk kami. Kami gak menerima THR
juga gak apa-apa. Karena cukup juga enggak. Jadi kami maunya gaji kami bulan Juli
dicairkan sekarang. Tolonglah ibu mengerti kesusahan kami. Uang gaji itu sangat
kami harapkan agar kami bisa berlebaran, terima kasih.” Bu Rumi membaca sebuah
pesan WA di gawainya.
“Ya Allah,” seru
Bu Rumi sambil menarik nafas panjang dan menutup layar gawainya. Ia berusaha
melerai gundah yang bergejolak dalam dadanya. Betapa tidak, maksud baik sebagai
tanda perhatian seorang kepala sekolah kepada guru-gurunya ditolak. Namun di
balik rasa sedihnya masih terbesit rasa kasihannya kepada guru-guru di
sekolahnya, yang semuanya adalah guru honorer. Walaupun belum wajib sekolah
membayarkan gaji bulan Juli, karena bulan Juni pun belum berakhir.
Bu Rumi sudah 9
bulan bertugas di sekolah kecil di daerah terpencil di lereng gunung Halimun Salak.
Sekolah kecil yang miskin, hanya mendapatkan bantuan Dana Bos yang sedikit,
sama sedikitnya dengan jumlah murid yang ada di sekolah itu. Pada bulan ke 7 Dana
BOS cair untuk membayar operasional 3 bulan yang terlewat. Selama belum cair,
bu Rumi harus menanggulanginya dengan uang pribadinya. Ketika cair, uangnya
baru bisa kembali. Lalu 3 bulan selanjutnya? Dia kembali menaggulanginya. Jadi
sebenarnya uangnya tidak pernah kembali, karena dipakai terus untuk operasional
tiga bulan berikutnya. Dan begitu seterusnya. Padahal keadaan ekonomi keluarga
bu Rumi tidaklah berlebih, hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari dan
membiayai kuliah ketiga anaknya.
Kini di bulan ke
9, dana BOS belum cair juga padahal hanya tinggal menghitung hari akan datang
hari Raya Idul Fitri. Sebenarnya gaji bulan Juni sudah ia bagikan. Dan THR
adalah tambahannya. Dalam benaknya, ia berharap guru-guru akan senang menerimanya.
Namun apa yang terjadi? Sungguh di luar dugaan! Pesan WA itu cukup jelas
tuntutan guru-guru yang diwakili oleh wakaseknya.
Melihat isrinya
terlihat gundah, suami bu Rumi dengan penasaran, mendekati Bu Rumi, ia berkata,”Ada
apa Bu? Kok kayak galau begitu?”
“Hmmm, iya Pak.
Ibu sedang bingung. Entah harus bagaimana dan dari mana lagi mencari uang. THR
yang ibu terima rencananya buat ngasih THR guru-guru malah ditolak,” kata bu
Rumi dengan suara terbata-bata.
“Maksudnya
bagaimana,Bu? Coba ceritakan dengan jelas,”kata suaminya penasaran.
“Itu Pak, mereka
menolak THR, malah meminta gaji bulan Juli saja yang dibayarkan. Bapak tahu
kan? Ibu baru saja menulasi uang pinjaman koperasi buat berobat Ibu, yang sudah
jatuh tempo bulan ini. Jadi Ibu benar-benar tidak punya uang lagi,” kata Bu
Rumi sambil menghela napasnya keras-keras, seakan ingin melepas beban yang
mengganjal hatinya.
“Pak, apa kita
gak usah mudik yah, lebaran kali ini?”tanya bu Rumi. “Biar uangnya bisa buat
bayar gaji guru-guru,” sambungnya.
“Ah, ga asyik Bu,
kalo nggak mudik mah. Sedih ih... masa tetangga semua pada mudik, kita di sini
jaga komplek, gitu Bu?”keluh anak sulungnya, yang sedari tadi mencuri dengar
obrolan bapak ibunya.
“Iya juga sih,
tapi harus bagaimana lagi, Nak. Ibu bingung ini,”kata Bu Rumi.
“Bu, kita kan mau
mudik. Terus sepeda motornya ditinggal kan? Nah terus, mending jual aja
motornya,”usul si sulung.
Bu Rumi dan
suaminya saling pandang, dan bu Rumi memberi isyarat kepada suaminya untuk
bicara.
“ Hmm, idenya
bagus juga, Bu. Bapak nggak keberatan,”sahut suaminya.
“Lagian sepeda
motornya dah usang, Bu. Buat ke gunung itu harus yang bagus biar nyaman
dinaikinnya,” si sulung meyakinkan bu Rumi.
“Lah, nanti beli
lagi dari mana uangnya, Nak?’ tanya bu Rumi. “ Ih, Ibu, sekarang kan bisa
kredit motor,Bu. Nanti kalau uangnya dah dibalikin dari sekolah, bisa buat DP
motornya, Iya gak Bu?” si sulung memberi saran.
“ Ya sudahlah,
Bu. Dari pada pinjam sana pinjam sini, lebih baik relakan motornya dijual.
Siapa tahu ke depan ada rejeki, kita bisa beli lagi ya,” suaminya mendukung
usul putrinya.
Singkat cerita,
walau dengan berat hati, dalam waktu dua
hari sepeda motor itu laku dan bu Rumi pun bisa membayarkan gaji untuk
guru-gurunya. Keluarganya pun bisa mudik dengan tenang menikmati hari raya
Lebaran bersama keluarga besarnya di kampung halaman.
Sepulang dari
mudik, keadaan keuangan keluarga bu Rumi sangat menipis. Kemudian bu Rumi naik
ojeg, pergi ke ATM untk mengambil sisa
uangnya. Ia ingat betul masih ada 8 ratus ribuan saldo di bank. Ketika ia cek
saldo betapa terkejut dan rasa sedih yang menyayat hatinya. Betapa tidak yang
ia lihat angka yang tertulis di struk ATM hanya 22 ribuan lagi. Sepanjang jalan
ia pulang tak tahan menahan rasa heran
dan sedih, kenapa uangnya bisa hilang? Apakah ia yang lupa bahwa uang
itu sudah diambil?
Sesampainya di
rumah, si sulung merasa heran melihat air muka ibunya ,” Bu, kenapa? Koq sedih
begitu?” tanyanya.
“Lihat ini,”
jawab bu Rumi sambil menyerahkan struk ATM kepada si sulung, “Uangnya hilang!”
sambungnya.
“Koq bisa??’ si
sulung pun kaget sambil memeriksa struk itu. Tiba-tiba matanya membelalak
sambil berseru, ” Wah, uangnya gede amat, Bu! Ibu salah lihat, coba lihat, ini
tuh 22 jutaan bu, bukan 22 ribu,” serunya. Kontan saja bu Rumi pun kaget
mendengar penjelasan anaknya, segera ia ambil struknya. Ia pun merasa tidak
percaya atas apa yang dilihatnya.
Rasa herannya
bukan main, dari mana uang sebanyak itu datangnya, apakah salah kirim? Pikirnya.
“Ya udah Ibu ke
ATM lagi yah, mau ngecek mini statementnya biar yakin,” kata bu Rumi.
Sesampainya di ATM dengan tidak sabar bu Rumi membaca struk mnini statement,
transaksi ke dua terakhir tertulis Tunjangan
daerah tertinggal Rp 22.120.000!
Tiba-tiba tangan
bu Rumi bergetar penuh haru atas anugerah yang ia terima itu. Sebelumnya ia
dengar bahwa sekolah-sekolah yang biasa mendapat tunjangan Dacil/Dasus, untuk
tahun ini tidak menerima lagi. Sedangkan sekolah bu Rumi baru tahun ini
diusulkan untuk mendapat tunjangan, oleh Pak Kades ke Pememrintah Kabupaten. “Alhamdulillah,
Ya Allah Ya Karim..!” pekik hati bu Rumi.
Kepahitan demi
kepahitan yang bu Rumi alami dalam mengabdi untuk negeri di sekolah dacil itu
terbayar sudah dengan anugerah yang sangat besar untuk ukuran bu Rumi.
Tunjangan daerah terpencil yang setiap satu bulan dibayarkan satu kali gaji
pokok itu dibayarkan rapel 6 bulan. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada
hambanya yang tulus, dengan memberi limpahan rejeki dan anugrah dengan tidak
disangka-sangka, kontan di dunia tidak diakhirkan nanti.
(Berdasarkan
kisah nyata)
Ya selalu indah pada waktunya bu Rumi, saat kita betul2 butuh Tuhsn tdk tutup mata buat para prngabdi negara pendidik anak2 bangsa
BalasHapusBetul anugrah yg tdk disangka datangnya..
HapusSemangat Ambu...
BalasHapusSiap, hayu semangat teruus..
HapusTerharu saya bacanya Bu,semoga Bu Rumi sehat selalu.
BalasHapusAamiiin ya robbal aalamiin..
HapusAlhamdulilah bu.. Allah akan mengganti keiklasan dengan sejuta kebahagiaan..terimakasih ya rabb..
BalasHapusBetul sekali Bu, sebuah pelajaran berharga..
BalasHapusSubhanallah, kisah yang penuh dengan makna.. Tetap semangat ambu...
BalasHapusSubhanallah, kisah yang penuh dengan makna.. Tetap semangat ambu...
BalasHapusTerimakasih mas Soleh..
HapusSelalu ada balasa disetiap kebaikan yang telah dilakukan. Disyukuri apa yang didapat agar mendapatkan keberkahan. Aamiin
BalasHapusAamiin... makasih Mas Indra..
BalasHapusSungguh ... terharu membacanya
BalasHapusBarakallah Ambu
Makasih Bu..
HapusMantap bu ....salam litetsi
BalasHapusMakasih apresiasinya..
BalasHapus