Tak Disangka-Sangka

 


26th Daya's Challenge

“Maaf,Bu. Kami akan kembalikan uang THR yang Ibu titipkan untuk kami. Kami gak menerima THR juga gak apa-apa. Karena cukup juga enggak. Jadi kami maunya gaji kami bulan Juli dicairkan sekarang. Tolonglah ibu mengerti kesusahan kami. Uang gaji itu sangat kami harapkan agar kami bisa berlebaran, terima kasih.” Bu Rumi membaca sebuah pesan WA di gawainya.

“Ya Allah,” seru Bu Rumi sambil menarik nafas panjang dan menutup layar gawainya. Ia berusaha melerai gundah yang bergejolak dalam dadanya. Betapa tidak, maksud baik sebagai tanda perhatian seorang kepala sekolah kepada guru-gurunya ditolak. Namun di balik rasa sedihnya masih terbesit rasa kasihannya kepada guru-guru di sekolahnya, yang semuanya adalah guru honorer. Walaupun belum wajib sekolah membayarkan gaji bulan Juli, karena bulan Juni pun belum berakhir.

Bu Rumi sudah 9 bulan bertugas di sekolah kecil di daerah terpencil di lereng gunung Halimun Salak. Sekolah kecil yang miskin, hanya mendapatkan bantuan Dana Bos yang sedikit, sama sedikitnya dengan jumlah murid yang ada di sekolah itu. Pada bulan ke 7 Dana BOS cair untuk membayar operasional 3 bulan yang terlewat. Selama belum cair, bu Rumi harus menanggulanginya dengan uang pribadinya. Ketika cair, uangnya baru bisa kembali. Lalu 3 bulan selanjutnya? Dia kembali menaggulanginya. Jadi sebenarnya uangnya tidak pernah kembali, karena dipakai terus untuk operasional tiga bulan berikutnya. Dan begitu seterusnya. Padahal keadaan ekonomi keluarga bu Rumi tidaklah berlebih, hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari dan membiayai kuliah ketiga anaknya.

Kini di bulan ke 9, dana BOS belum cair juga padahal hanya tinggal menghitung hari akan datang hari Raya Idul Fitri. Sebenarnya gaji bulan Juni sudah ia bagikan. Dan THR adalah tambahannya. Dalam benaknya, ia berharap guru-guru akan senang menerimanya. Namun apa yang terjadi? Sungguh di luar dugaan! Pesan WA itu cukup jelas tuntutan guru-guru yang diwakili oleh wakaseknya.

Melihat isrinya terlihat gundah, suami bu Rumi dengan penasaran, mendekati Bu Rumi, ia berkata,”Ada apa Bu? Kok kayak galau begitu?”

“Hmmm, iya Pak. Ibu sedang bingung. Entah harus bagaimana dan dari mana lagi mencari uang. THR yang ibu terima rencananya buat ngasih THR guru-guru malah ditolak,” kata bu Rumi dengan suara terbata-bata.

“Maksudnya bagaimana,Bu? Coba ceritakan dengan jelas,”kata suaminya penasaran.

“Itu Pak, mereka menolak THR, malah meminta gaji bulan Juli saja yang dibayarkan. Bapak tahu kan? Ibu baru saja menulasi uang pinjaman koperasi buat berobat Ibu, yang sudah jatuh tempo bulan ini. Jadi Ibu benar-benar tidak punya uang lagi,” kata Bu Rumi sambil menghela napasnya keras-keras, seakan ingin melepas beban yang mengganjal hatinya.

“Pak, apa kita gak usah mudik yah, lebaran kali ini?”tanya bu Rumi. “Biar uangnya bisa buat bayar gaji guru-guru,” sambungnya.

“Ah, ga asyik Bu, kalo nggak mudik mah. Sedih ih... masa tetangga semua pada mudik, kita di sini jaga komplek, gitu Bu?”keluh anak sulungnya, yang sedari tadi mencuri dengar obrolan bapak ibunya.

“Iya juga sih, tapi harus bagaimana lagi, Nak. Ibu bingung ini,”kata Bu Rumi.

“Bu, kita kan mau mudik. Terus sepeda motornya ditinggal kan? Nah terus, mending jual aja motornya,”usul si sulung.

Bu Rumi dan suaminya saling pandang, dan bu Rumi memberi isyarat kepada suaminya untuk bicara.

“ Hmm, idenya bagus juga, Bu. Bapak nggak keberatan,”sahut suaminya.

“Lagian sepeda motornya dah usang, Bu. Buat ke gunung itu harus yang bagus biar nyaman dinaikinnya,” si sulung meyakinkan bu Rumi.

“Lah, nanti beli lagi dari mana uangnya, Nak?’ tanya bu Rumi. “ Ih, Ibu, sekarang kan bisa kredit motor,Bu. Nanti kalau uangnya dah dibalikin dari sekolah, bisa buat DP motornya, Iya gak Bu?” si sulung memberi saran.

“ Ya sudahlah, Bu. Dari pada pinjam sana pinjam sini, lebih baik relakan motornya dijual. Siapa tahu ke depan ada rejeki, kita bisa beli lagi ya,” suaminya mendukung usul putrinya.

Singkat cerita, walau dengan berat hati,  dalam waktu dua hari sepeda motor itu laku dan bu Rumi pun bisa membayarkan gaji untuk guru-gurunya. Keluarganya pun bisa mudik dengan tenang menikmati hari raya Lebaran bersama keluarga besarnya di kampung halaman.

Sepulang dari mudik, keadaan keuangan keluarga bu Rumi sangat menipis. Kemudian bu Rumi naik ojeg,  pergi ke ATM untk mengambil sisa uangnya. Ia ingat betul masih ada 8 ratus ribuan saldo di bank. Ketika ia cek saldo betapa terkejut dan rasa sedih yang menyayat hatinya. Betapa tidak yang ia lihat angka yang tertulis di struk ATM hanya 22 ribuan lagi. Sepanjang jalan ia pulang tak tahan menahan rasa heran  dan sedih, kenapa uangnya bisa hilang? Apakah ia yang lupa bahwa uang itu sudah diambil?

Sesampainya di rumah, si sulung merasa heran melihat air muka ibunya ,” Bu, kenapa? Koq sedih begitu?” tanyanya.

“Lihat ini,” jawab bu Rumi sambil menyerahkan struk ATM kepada si sulung, “Uangnya hilang!” sambungnya.

“Koq bisa??’ si sulung pun kaget sambil memeriksa struk itu. Tiba-tiba matanya membelalak sambil berseru, ” Wah, uangnya gede amat, Bu! Ibu salah lihat, coba lihat, ini tuh 22 jutaan bu, bukan 22 ribu,” serunya. Kontan saja bu Rumi pun kaget mendengar penjelasan anaknya, segera ia ambil struknya. Ia pun merasa tidak percaya atas apa yang dilihatnya.

Rasa herannya bukan main, dari mana uang sebanyak itu datangnya, apakah salah kirim? Pikirnya.

“Ya udah Ibu ke ATM lagi yah, mau ngecek mini statementnya biar yakin,” kata bu Rumi. Sesampainya di ATM dengan tidak sabar bu Rumi membaca struk mnini statement, transaksi ke dua terakhir tertulis Tunjangan daerah tertinggal  Rp 22.120.000!

Tiba-tiba tangan bu Rumi bergetar penuh haru atas anugerah yang ia terima itu. Sebelumnya ia dengar bahwa sekolah-sekolah yang biasa mendapat tunjangan Dacil/Dasus, untuk tahun ini tidak menerima lagi. Sedangkan sekolah bu Rumi baru tahun ini diusulkan untuk mendapat tunjangan, oleh Pak Kades ke Pememrintah Kabupaten. “Alhamdulillah, Ya Allah Ya Karim..!” pekik hati bu Rumi.

Kepahitan demi kepahitan yang bu Rumi alami dalam mengabdi untuk negeri di sekolah dacil itu terbayar sudah dengan anugerah yang sangat besar untuk ukuran bu Rumi. Tunjangan daerah terpencil yang setiap satu bulan dibayarkan satu kali gaji pokok itu dibayarkan rapel 6 bulan. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada hambanya yang tulus, dengan memberi limpahan rejeki dan anugrah dengan tidak disangka-sangka, kontan di dunia tidak diakhirkan nanti.

(Berdasarkan kisah nyata)


Komentar

  1. Ya selalu indah pada waktunya bu Rumi, saat kita betul2 butuh Tuhsn tdk tutup mata buat para prngabdi negara pendidik anak2 bangsa

    BalasHapus
  2. Terharu saya bacanya Bu,semoga Bu Rumi sehat selalu.

    BalasHapus
  3. Alhamdulilah bu.. Allah akan mengganti keiklasan dengan sejuta kebahagiaan..terimakasih ya rabb..

    BalasHapus
  4. Betul sekali Bu, sebuah pelajaran berharga..

    BalasHapus
  5. Subhanallah, kisah yang penuh dengan makna.. Tetap semangat ambu...

    BalasHapus
  6. Subhanallah, kisah yang penuh dengan makna.. Tetap semangat ambu...

    BalasHapus
  7. Selalu ada balasa disetiap kebaikan yang telah dilakukan. Disyukuri apa yang didapat agar mendapatkan keberkahan. Aamiin

    BalasHapus
  8. Sungguh ... terharu membacanya
    Barakallah Ambu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENAHAN GODAAN

Kata, Rasa, dan Rupa Kehidupan dalam Akrostik

SEPULUH HARI PERTAMA DI TAHUN BARU Dalam Akrostik